Sabtu, 07 Desember 2024

Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Keempat


Tersenyum !
Human Interest Photography
trisoenoe.com

Kediri, Tabanan, Bali, Sabtu, 7 Desember 2024

(Ditulis di Tabanan, Bali Selatan, masih di awal bulan Desember, dan masih ditengah musim penghujan. Hari ini berbeda dibanding minggu lalu. Hari ini selain kopi hitam dan rokok, ada sepiring gorengan yang menemani saya saat menulis cerita ini)

Artikel ini adalah sambungan dari artikel yang telah diunggah sebelumnya, yang masih bercerita tentang kisah seorang yang dahulu kala cukup berjaya, seorang yang dulunya multi talenta, yang punya judul: "Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Ketiga". Dan ini adalah artikel kelanjutannya, silahkan disimak:

Sambil cerita, Oom Tustel menghirup kopinya, setelah itu Saya sodorkan rokok lagi. Sambil tersenyum dia ambil rokok yang saya sodorkan, lalu dibakar, kemudian dihirupnya dalam-dalam. Belum pernah saya lihat orang bisa menghirup asap rokok  sedemikian nikmat seperti itu.

"Bukan Cuma itu, Oom juga jempolan kalo urusan motret orang ...?" Mata Oom Tustel melirik pada kamera saya, saya sodorkan. "Ya, Oom bukannya mau sombong, tapi emang om punya bakat alami untuk urusan motret. Semua nyang Oom poto, hasilnya pasti bisa lebih keren dari aslinya...."

“Kalo boleh sombong, cuma satu dua fotografer nyang bisa ngalahin hasil jepretan Oom. Nggak kehitung banyaknya artis yang antri cuma buat Oom poto. Bahkan ada artis perempuan, nyang ngebet banget minta dipoto sama Oom, sampe nguber-nguber kemane aje Oom pergi, siang malem. Lama-lama oom risih juga, terus Oom iyain..." Oom Tustel mulai menerawang lagi, sambil dimainkan rokok pemberian saya, diputar-putar di jari. "Waktu itu kita ke puncak, Oom dijemput sama dia. Setelah poto, kita nggak langsung pulang, tapi pelesir dulu, dia bayarin semua. Dan bukan cuma pelesiran…..kita juga nginep sampe dua hari di puncak…..Yaaahhh….you tau lah kira-kira ngapain aja kalo orang nginep bareng.”  Om Tustel mengangguk-angguk sambil tersenyum aneh. Sumpah….nggak bisa kebayang di fikiran saya kalo melihat potongan si Oom sekarang.

Bunga !
Close up & Beauty Photography
trisoenoe.com

“Pas sudah balik ke Jakarta, cepat-cepat Om cuci dan afdruk poto-poto nyang menurut Om bagus. Om afdruk ke ukuran besar, dan nggak lupa Om kasih pigura. Malamnya, Om antar ke rumah dia, tentu saja om bungkus pake kertas kado biar kelihatan berkelas.”

“Pas dia lihat hasil jepretan Om, dia seneng nggak kira-kira, sampe loncat-loncat kaya orang gila. Bukan cuma itu, om kasih juga hasil afdruk sama klise semuanya, biar dia bisa pilih-pilih mana nyang dia mau afdruk lagi.”

“Terus…?” Tanya saya penasaran.

“Yah…..Itu dia. Dia kasih banyak uang buat hasil kerja Om itu. Nggak maen-maen jumlahnya, bisa buat beli motor dua…….” 

Sejurus kemudian Pak Tustel tersenyum, dihirupnya kopinya sedikit sekali, takut habis. Kemudian dia seperti menyadari sesuatu, kemudian menunduk.

"Ke mana saja semua harta itu, Oom?" tanya saya setelah sesaat ia menunduk terdiam.

Sambil membenarkan letak leher kemejanya yang sudah pecah-pecah dan kusam karena lama dipakai, Om Tustel mengangkat muka sambil senyum kecil, suaranya rendah, "Habis..., habis..., gone! Hilang bersama Oom punya kejayaan."

"Habis bagaimana saja begitu banyak?"

"Ya..., macam-macam.... Minum, main, pelesir....

Barangkali memang sudah musti begini jadinya...."

"Tapi kalau Oom belikan kebun, sawah, bikin kontrakan atau...."

"Sekarang ini Oom baru tahu memang bagusnya kalau harta itu dikasih belanja yang ada faedah!"

"Waktu itu Oom tidak tahu?"

Bersambung ke bagian kelima dengan judul: “Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Kelima”, semoga Sobat bisa ada suka saat membacanya.

Minggu, 01 Desember 2024

Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Ketiga


Pedagang Kaki Lima
HI & Street Photography
trisoenoe.com

Kediri, Tabanan, Bali, Minggu, 1 Desember 2024

(Ditulis di Tabanan, Bali Selatan, pada awal bulan Desember, tepat ditengah musim penghujan. Segelas kopi hitam dan sebatang rokok adalah sahabat terbaik disaat menikmati hujan)

Artikel ini adalah sambungan dari artikel yang telah diunggah sebelumnya, yang bertutur tentang kisah seorang yang dahulu kala cukup berjaya, seorang yang dulunya multi talenta, yang punya judul: "Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Kedua". Dan ini adalah artikel kelanjutannya, silahkan disimak:

Mata Om tustel berpindah ke tempat lain, senyumnya mengambang, sedang mulai terbawa dalam lamunan. Saya sempat memperhatikan bahwa matanya sekarang tampak terlalu sipit, ini adalah karena ujung-ujung alisnya telah berlipat jatuh. Dia senyum lebih lebar sambil melirik saya. "Kasihan kalau dipikir-pikir nasib itu nona-nona. Saban sore banyak saja yang hilir-mudik di depan lobby studio TVRI. Padahal tidak mungkin dia bakal bisa ketemu kita. Bukan macam bintang-bintang sekarang, kita orang nggak kena nongol sembarangan. Kita sendiri bisa lihat dia. Tapi yang penting kalau sudah duduk dalam korsi penonton di dalam Studio. Waktu pertunjukan baru dimulai, baru lagu-lagu pembuka atau pembawa acara, lampu di tempat penonton masih menyala, kita ngintip. Kita bisa lihat siapa-siapa yang nonton di sebelah kiri depan, duduk si nona cantik diapit sama temannya, barangkali di deret tiga dari muka ada nona yang boleh juga, dan itu sebelah kanan ada tiga korsi kosong yang di tengah-tengahnya duduk seorang tante bersama suster, itulah tante kaya; barangkali suaminya penggede di instansi, bedak tebel dan gincunya menor, gelang emasnya segede-gede selang air. Kalau sudah ketahuan begitu, beres sudah. Kalau nanti kita muncul di panggung, jangan lupa lemparkan lirikan dan senyuman ke korsi-korsi yang sudah kita incer tadi. Waktu kita nyanyi sendirian, umpamanya pas ditengah adegan yang cuma Om aja yang kelihatan, Om bakal tampil maksimal sambil kasih lirik isyarat sama senyum ke sasaran.

"Penonton di korsi studio bakal teriak-teriak. Jatuhkan lirikan sembari sedikit senyum pada si nona-nona manis. Cukup. Pas sandiwaranya bubar, Om bakal terima banyak kabar dari temen-temen pemain figuran. Ada nyang bilang Om ditunggu mobil di belakang. Ada nyang minta supaya difotoin sama Oom malem itu juga. Foto apa malam-malam begitu? Ada yang minta Oom kasih jenguk seorang gadis yang mendadak jatuh sakit. Yah, sudah Oom ceritakan bagaimana selanjutnya sama you. Susah, bisa you bayangkan apa kejadian selewatnya bubar pertunjukan".

Ekspresif !
Portrait & Soft Photography
trisoenoe.com

"Cukup barangkali kalau Om kasih tahu, waktu itu Om punya tiga rumah, sepeda motor tiga dan mobil dua. Om punya dua puluh kotak beludru yang masing-masing isinya  lima puluh gram emas batangan, dua tabungan yang bisa bakal beli empat rumah, cincin emas enggak tahu berapa banyak, selosin gelang emas, jam emas, dan tustel kelas wahid, ada kali lima belas biji. Semua Om dapat dari tante-tante yang manis.... Ada pantun lagu nyang bunyinya begini: 

Muara Angke bukan Kerawang
Carilah tante nyang banyak uang.

"Tapi bukan maksud Om mau ngeret mereka. Orang ngeret nanti ketiban sial! Itu tante-tante yang berebutan datang. Kita sih namanya juga seniman, perlu dapat simpati penggemar. Salah dia sendiri kalau fall in love sama Oom, betul enggak? Kalau Om enggak terima, gimana? Malah ada nyang bilang dia mau bunuh diri. Belum ada yang sampe kejadian bunuh diri, tapi lebih beres kan memang kalau Om terima saja, betul enggak? Walhasil Om punya harta Nyang nggak maen-maen banyaknya."

Bersambung ke bagian keempat dengan judul: “Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Keempat”, semoga Sobat bisa banyak senang saat membacanya.

Sabtu, 23 November 2024

Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Kedua


Pedagang Buah
Street Photography & Candid
trisoenoe.com

Kediri, Tabanan, Bali, Sabtu, 23 November 2024

(Ditulis di Bali Selatan, menjelang berakhirnya bulan November, dan masih ditemani dengan rokok dan kopi hitam)

Artikel ini adalah sambungan dari artikel yang sudah saya unggah sebelumnya, yang bercerita mengenai kisah seorang yang dahulu kala cukup berjaya, seorang yang dulunya multi talenta, yang punya judul: "Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Pertama". Dan ini adalah artikel kelanjutannya, silahkan disimak:

"Masa semua sandiwara pakai nyanyi segala, Oom?" 

"Namanya juga lagi naek daun, jadi Om banyak tingkah. Kadang kesian juga kalo diingat, pemain-pemain lain pada kebingungan karena Om nyanyi di tengah-tengah adegan, dan itu bener-bener nggak ada dalam naskah. Kalo nyang pinter biasanya bisa langsung nimpalin atau ikutan nyanyi. Tapi kalo emang pas Oom dapet lawan maen nyang bloon, baru kacau jadinya. Pemain nyang bloon itu biasanya langsung pucat, apalan dialognya bisa langsung buyar, dan kalo emang anaknya culun, biasanya langsung nangis dan kaga mau maen sama Om lagi. Dan Oom punya suara...?" Mata Oom Tustel melirik pada kopinya yang hampir habis, saya acungkan dua jari ke mas Bejo, pesan kopi lagi dua cangkir. "Ya, Oom punya suara, kalau Oom sudah tarik, itu schowburg atawa Gedung Kesenian sekarang disambung tiga ke belakang, Oom punya suara masih kedengaran. Zonder mikrofon...."

"Itu nyanyi atau gimana, Oom?"

"Ya, nyanyi! Ooo, orang nyanyi waktu itu bukan kayak sekarang sekadar gerendengan macam orang kena asma. Yaaa, barangkali you belum pernah dengar pavaroti atawa Andrea Bocelli...."

"Pernah, pernah." jawab saya yang segera teringat lagunya, "Ada di youtube, Oom."

"Nah, begitulah suara Oom, ya, kira-kira begitu deh, maklum kita bukan orang Eropa."

"Hebat benar, Oom," kata saya sambil bantu menyodorkan kopi yang baru datang lagi. Om Tustel menerimanya sambil senyum, menggeser duduknya sedikit.

Perempuan dalam Gaun Merah
Soft & Beauty Photography
trisoenoe.com

"Dalam sandiwara 'Anak jalanan', Oom main jadi Ali Topan, si jagoan. Waktu merayu Anna, Oom ambil lagu My Love. Layar dibuka, Anna lagi ngelamun di pinggir taman. Abis dua-tiga patah Anna bicara, lantas terdengar musik permulaan dari lagu yang bakal Oom bawakan, mendayu-dayu. Buat bikin beres tukang musik saja Oom keluarkan uang lima ribu perak!"

"Buat apa musti di-beresin?"

"Oho, dia bisa bikin kita benjol! Sedikit saja dia kasih tinggi toon kita, kan kita bisa mendelik, bisa putus tenggorokan. Setengah menit musik maen, Oom tarik suara dari belakang layar, orang tepuk tangan. Oom belum kelihatan, tuh! Oom biarkan dulu penonton di studio celingukan mencari dari mana Oom bakal keluar. Sebelum muncul, Oom intip dulu keadaan penonton dari sisi-sisi layar latar. Oom perlu cari tahu di mana duduknya itu tante-tante serta nona-nona manis. Klaar, Oom pun keluarlah sambil menyanyi, mengangguk sedikit, gegap-gempita tepuk-tangan serta sorakan. Anna belum kita perhatikan dulu. Dia boleh tunggu! Selepas beres, Oom kasi anggukan serta sedikit senyum buat si nona-nona manis yang sudah Oom incer dari belakang layar, baru Oom membalik dan nyanyi buat Anna. 

"Aduuuh, asyik betul, Oom," sela saya sambil menyodorkan lagi rokok karena dia payah betul melinting rokoknya. Sopan sekali dia cabut sebatang.

"Tapi you musti lihat gimana besoknya," katanya lebih gairah, setelah ia menyedot rokoknya dalam-dalam. "Kita orang mabuk samasekali."

"Bir?"

"Ah, bir minuman orang perempuan. Kita tidak kenal bir. Vodka, Whisky, Cognag, itu baru namanya mimuman. O, God, what a pleasure life." Dihirupnya kopinya sedikit.

"Kenapa bukan dipakai buat jalan-jalan sama si nona manis saja?" tanya saya sementara ia sedang mengedip- ngedip menikmati kopinya.

"Hooo, jalan-jalan sama nona manis bukan kita yang keluar uang. Dia orang yang berebut mentraktir Oom. Apa lagi sama tante istri penggede, itu istri-istri yang suaminya penggede di perusahaan negara, ditanggung beres semua. Yaaa!" Om Tustel mengangguk-angguk meyakinkan, mungkin dia melihat bahwa saya kurang yakin. Saya mengangguk, ia tersenyum. 

Bersambung ke bagian ketiga dengan judul: “Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Ketiga”, semoga Sobat bisa banyak senang saat membacanya.

Senin, 18 November 2024

Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Pertama


Penjahit Kaki Lima
Human Interest & Candid Photography
trisoenoe.com


Kediri, Tabanan, Bali, Senin, 18 November 2024

(Artikel ini ditulis di Bali Selatan, di awal musim hujan di pertengahan bulan November. Artikel ini terinspirasi dari kisah nyata yang saya alami namun saya rubah sana-sini supaya enak dibaca)

"Nopek ceng pada tahun delapan puluhan adalah upah seorang pegawai toko yang baik buat dia punya pekerjaan, sebulan suntuk, nggak pake males- males. Dengan itu gaji dia sekeluarga bisa hidup aman dan tenteram. Tetapi buat Oom, itu nopek ceng adalah ongkos satu sesi foto atawe satu kali masuk tipi," kata seorang tua yang mukanya penuh kerut-merut dan berhiaskan kumis dan jenggot kasar yang tidak terurus. Bapak tua ini adalah Pak tustel (bukan nama asli ya Sob! Nama aslinya saya rahasiakan saja, takut kena pasal!), fotografer kelas atas sekaligus pemain teater yang sangat kondong di era 80-an, yang tersohor dengan julukan Tom Cruise nya Indonesia. Siang itu ia sedang saya traktir minum kopi di warung kopi mas Bejo langganan saya.

"Bisa you bayangkan bagaimana keadaan Oom waktu itu?" tanyanya kemudian sambil menyeringai, sehingga semakin banyak kerut-kerut muncul di mukanya. Sumpah, saya jadi ngeri liatnya.

"Tentu waktu itu Oom masih muda," jawab saya gugup tak karuan.

"Ya, yaaa tentu saja! It was sekian puluh tahun nyang lewat! Oom punya badan sedang bagus-bagusnya, Oom rawat dengan baik. Sudah begitu saban hari paling sedikit di kantong ada uang dua ratus ribu. Now, bisa you bayangin gimana dahsyatnya?" Pak Tustel tertawa kecil, saya juga ikut tertawa.

"Perempuan mana yang enggak jadi tergila-gila? Coba Oom nompang nanya?" tanyanya sambil menyodorkan mukanya ke arah saya.

Saya jadi kaget, tetapi segera dapat saya tutupi dengan menyodorkan rokok kepadanya.

"Ooo, ooo.... terimakasih, terimakasih...."

Disundutnya rokok itu dan diisapnya dalam-dalam seperti orang sedang minum bir.

"Sekarang Oom jarang isap rokok putih, berat harganya. Dulu rokok Oom Marlboro. Cuma orang-orang kokay saja yang sanggup beli rokok seperti itu. Sedangkan buat Oom, kalau Oom mau mengisap sepuluh bungkus sehari, itu baru berarti kira-kira sepersepuluh Oom punya salary, enteng sekali."

Diisap lagi rokoknya, asyik betul.

Perempuan dan Senja
Siluet & Soft Photography
trisoenoe.com

"Sore-sore kalau Om ada libur atau senggang, Oom suka jalan-jalan ke tempat anak-anak muda nongkrong Di Blok-M atau di Melawai. Oom pake celana jeans ori, pake kaos dan kemeja flannel ori juga. Tangan kiri pegang tustel, tangan kanan pegang rokok atawe kaleng greendsand. Kacamata hitam merk Rayband selalu ada di kepala. Sepatu Adidas atau Kasogi ori juga selalu om pakai. 

Kaki melangkah tenang-tenang. Mata tetap memandang ke depan saja, tapi Oom bisa pastikan nyang semua mata anak gadis tertuju sama Oom semua. 'Keren banget... Kece banget...,' kata orang-orang dari kiri-kanan.... Hi... hi..., kayak bintang film kondang rasanya."

Sebetulnya Pak Tustel akan ketawa lebih asyik lagi, tetapi tertahan batuk-batuk kecil karena terlalu semangat bicara. Dihirupnya kopinya sedikit sekali, takut habis.

"Kenapa Oom digelari Tom Cruise nya Jakarta?" tanya saya sambil memberi isyarat pada mas Bejo, minta secangkir kopi lagi.

"O, ooo, ha... ha... ha... ya, aduuuh. Ha... ha, ya, Tom Cruise.... Bukan Jakarta, tapi Indonesia." Dia habiskan dulu ketawanya sedikit. "Kalau Om lagi main di panggung teater, Oom terkenal punya penjiwaan yang bukan maen. Semua peran om libas, tapi rata-rata peran anak muda yang jagoan, Oom yang pegang. Saking hebatnya om maen teater, sering sekali om diundang untuk maen di teater TVRI, dan hampir semua sandiwara di tipi, ada om main di situ.”

"Sampai semua sandiwara, Oom?"

"Nggak semua, tapi hampir semuanya Oom main di situ ...?" Mata Oom Tustel melirik pada rokok saya, saya sodorkan. "Ya, dan yang Oom rasa, kalau misalnya ada tipi bikin sandiwara tapi nggak ada Oom di situ, dijamin nggak banyak yang nonton...."

“Dan nggak cuma akting, Om juga gape kalo sambil nyanyi..." Oom Tustel mulai menerawang, pelan dia hisap rokok pemberian saya. "Kadang Om juga lepas kontrol, maen nggak pake naskah. Pas lagi di tengah adegan sandiwara, tiba-tiba aja Om nyanyi.”

Bersambung ke bagian kedua dengan judul: “Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Kedua”, semoga Sobat bisa banyak senang saat membacanya.

Rabu, 13 November 2024

Definisi Fotografi Eksperimental dan Tujuh Langkah Untuk Memulainya (Goresan Bagian Akhir)


Warna di Langit Kalimantan
Fotografi Eksperimental
trisoenoe.com

Kediri, Tabanan, Bali, Rabu, 13 November 2024
(Ditulis di Bali Selatan, bersama dua batang rokok dan segelas kopi hitam)

Artikel ini adalah sambungan dari artikel yang sudah saya unggah sebelumnya, yang mengulas mengenai fotografi eksperimental. Supaya Sobat tidak dapat dapat sakit kepala saat membacanya, ada baiknya kalau Sobat mampir ke artikel sebelumnya dengan judul: "Definisi Fotografi Eksperimental dan Tujuh Langkah Untuk Memulainya (Coretan Bagian Kedua)". Pada artikel sebelumnya dibahas mengenai tips tentang fotografi eksperimental, dan ini adalah artikel kelanjutannya, silahkan disimak:

Daun dan Senja
Fotografi Eksperimental
trisoenoe.com

6. Cobalah untuk memotret dari sudut yang tidak biasa


Nah, untuk yang satu ini, saya sangat merekomendasikan. Bereksperimenlah dengan mengambil foto dari sudut yang tidak biasa untuk menciptakan kesan kedalaman dan perspektif dalam foto yang Sobat buat. Pertimbangkan untuk mengambil gambar dari sudut rendah, tinggi, atau miring untuk menciptakan foto yang menarik secara visual dan unik. Jangan terkekang pada aturan-aturan dalam fotografi, biarkan berkelana bebas tanpa belenggu aturan.


7. Buatlah Catatan Untuk Setiap Eksperimen yang Sobat Lakukan


Eksperimen adalah tentang coba-coba, jadi melacak eksperimen dan hasilnya sangatlah penting. Catatlah (atau minimal diingat saja) eksperimen yang sudah Sobat lakukan, termasuk teknik yang Sobat gunakan, pengaturan apa yang digunakan, dan hasil dari berbagai eksperimen tersebut. Ini akan membantu Sobat menyempurnakan teknik dan mengembangkan keterampilan Sobat sebagai fotografer eksperimental.

Beberapa contoh fotografi eksperimental


Fotografi Proses Alternatif
Ada banyak jenis fotografi eksperimental, masing-masing dengan teknik dan pendekatannya sendiri yang unik. Salah satu jenis fotografi eksperimental adalah fotografi proses alternatif, yang melibatkan penggunaan metode alternatif untuk mengembangkan dan mencetak gambar, seperti sianotipe atau pencetakan garam. Jenis fotografi tanpa lensa lainnya melibatkan pembuatan gambar tanpa lensa dengan menempatkan objek langsung ke kertas foto.

Fotografi Eksposur Ganda
Jenis fotografi eksperimental lainnya meliputi fotografi multi eksposur, di mana beberapa foto disusun berlapis-lapis untuk menciptakan satu gambar tunggal, dan fotografi lukisan cahaya, yang melibatkan penggunaan eksposur panjang dan berbagai sumber cahaya untuk menciptakan gambar abstrak dan surealis. Beberapa fotografer eksperimental menggabungkan objek yang ditemukan atau menggunakan bahan-bahan yang tidak konvensional, seperti emulsi fotografi pada kaca atau logam . Kemungkinan untuk fotografi eksperimental tidak terbatas, yang memungkinkan fotografer untuk terus-menerus mengeksplorasi dan mendorong batas-batas keahlian mereka.

Peralatan Non-Konvensional
Fotografi eksperimental sering kali melibatkan penggunaan peralatan yang tidak konvensional selain kamera dan lensa standar yang digunakan dalam fotografi tradisional. Banyak fotografer eksperimental membuat kamera lubang jarum mereka sendiri , yang dapat dibuat dari berbagai bahan, termasuk kardus atau bahkan kaleng kopi. Kamera format besar juga umum digunakan dalam fotografi proses alternatif, yang memungkinkan kontrol yang lebih besar atas proses pencahayaan dan pengembangan gambar.

Peralatan lain yang banyak digunakan dalam fotografi eksperimental meliputi sumber cahaya seperti senter atau panel LED dan filter, prisma, dan cermin untuk menciptakan efek yang unik dan abstrak. Objek yang ditemukan, seperti film negatif lama atau pelat kaca, juga dapat digunakan kembali untuk menciptakan gambar baru yang menarik. Secara keseluruhan, peralatan yang digunakan dalam fotografi eksperimental beragam dan sering kali dibuat seadanya, sehingga memungkinkan fotografer untuk menjelajahi cara-cara kreatif yang baru dan unik.

Kesimpulannya, fotografi eksperimental adalah genre yang menantang dan bermanfaat yang menawarkan peluang tak terbatas untuk ekspresi kreatif. Dengan merangkul ketidaksempurnaan, menggunakan proses alternatif, menggabungkan objek yang ditemukan, bereksperimen dengan pencahayaan, bermain dengan warna, memotret dari sudut yang tidak biasa, dan membuat jurnal, Sobat dapat mengembangkan keterampilan dan menciptakan gambar yang benar-benar unik dan memikat.

Demikianlah Sobat, pemaparan terakhir mengenai fotografi eksperimental, semoga Sobat bisa bahagia dan senang di hati pada saat membaca artikel ini.

Tetap sehat, tetap semangat, dan seperti ucapan Squidward Tentacle; "Karena kegagalan adalah tanda perjalananmu menuju sukses." 

Salam jepret selalu.

Artikel ini diadaptasi dan ditulis ulang oleh: Tuntas Trisunu