Minggu, 09 Februari 2025

8 Tips untuk Menjebak Emosi Natural dalam Foto Sobat (Penjelasan dalam Lima Babak) – Tulisan Babak Kedua


Kemesraan - Beauty Photography
trisoenoe.com

Kediri, Tabanan, Bali, Minggu, 9 Februari 2025

(Artikel ini ditulis di Kecamatan Kediri, Tabanan, Bali Selatan, di awal bulan Februari di tahun 2025, dan ternyata di Bali masih ditengah musim penghujan)

Artikel ini adalah sambungan dari artikel yang telah saya tulis sebelumnya, yang menerangkan tentang pentingnya "campur tangan" emosi ke dalam foto yang Sobat hasilkan. Supaya Sobat bisa menangkap benang merah dari artikel ini, silahkan mampir dan baca-baca artikel sebelumnya yang punya judul: "8 Tips untuk Menjebak Emosi Natural dalam Foto Sobat (Penjelasan dalam Lima Babak) – Tulisan Babak Pertama". Dan ini adalah artikel kelanjutannya, silahkan dibaca dan diresapi:

Gadis dan Buku - Candid Photography
trisoenoe.com

3. Berikan Subjek Sobat Sesuatu untuk Dilakukan


Cara terbaik untuk memunculkan emosi yang tulus adalah dengan membuat subjek yang Sobat jepret bertingkahlaku senatural mungkin. Pastikan kegiatan yang Sobat pilih akan memunculkan emosi tersebut. Misalnya, jika Sobat mencoba mengambil foto tentang pedagang dengan dagangannya sebagai subjek, mintalah mereka untuk ber”gaya” seperti halnya pada saat mereka berjualan atau melakukan sesuatu yang biasa mereka lakukan setiap hari. Atau jika Sobat mencoba menjebak aura cinta yang terjalin pada pasangan, Sobat jangan mengintervensinya. Biarkan mereka larut memainkan kedekatan dan juga interaksi yang hangat seperti biasa, dan melakukan aktivitas lain yang mereka sukai.

Membiarkan subjek Sobat melakukan hal lain atau hal yang biasa mereka lakukan akan membantu mencegah mereka berpose di depan kamera secara sadar atau tidak sadar. Ini akan memungkinkan Sobat untuk menangkap emosi mereka dalam keadaan yang paling realistis dan paling natural.

Dua Sahabat & Kopi
trisoenoe.com

4. Belajar Mengantisipasi Momen Penting


Hal lain yang harus Sobat perhatikan ketika mencoba menangkap emosi yang autentik dalam foto yang Sobat ambil adalah mencari kemungkinan saat-saat di mana Sobat dapat menangkap subjek Sobat dalam keadaan yang paling “biasa” alias paling alami. Momen-momen ini dapat terjadi saat Sobat tidak menduganya, tetapi jika Sobat tetap waspada dan jeli, Sobat seharusnya dapat memotretnya. Selain itu, pastikan kamera Sobat siap untuk mengambil gambar tersebut dalam waktu singkat, Sobat tidak akan punya waktu untuk mengutak-atik pengaturan pada kamera (jadi, paling masuk akal kiranya kalua Sobat men”setting” setelan kamera Sobat pada mode otomatis, walaupun ini bukanlah mode favorit bagi para fotografer, tetapi untuk saat-saat tertentu, mode ini adalah mode yang paling sesuai).

Namun, meskipun Sobat berhasil mengambil gambar-gambar ini, Sobat tidak boleh berhenti di situ. Detik-detik setelah emosi memuncak juga bisa menjadi waktu yang tepat untuk mengambil foto, karena biasanya pada saat inilah wajah dan tubuh subjek jepretan menjadi lebih rileks dan alami.

Tersenyum - Beauty Photography
trisoenoe.com

5. Fokus pada Mata


Mata dapat menyampaikan emosi yang sebenarnya terlepas dari apa yang ditunjukkan oleh ekspresi wajah lainnya. Orang yang tersenyum tetap dapat menyampaikan emosi yang saling bertentangan; kesedihan, keputusasaan, dan bahkan ketakutan, melalui Bahasa matanya. Oleh karena itu, jika Sobat ingin menentukan apa yang sebenarnya dirasakan seseorang, Sobat hanya perlu fokus pada matanya.

Namun, jika mata subjek tertutup karena suatu jenis emosi yang kuat, itu tidak masalah. Perasaan yang sangat kuat sering kali dapat membuat seseorang menutup mata, seperti saat menangis, merasakan sakit, atau mengalami kebahagiaan ataupun guncangan emosi yang luar biasa.

Artikel ini diteruskan ke bagian ketiga dengan judul: “8 Tips untuk Menjebak Emosi Natural dalam Foto Sobat (Penjelasan dalam Lima Babak) – Tulisan Babak Ketiga”, semoga Sobat dapat banyak senang kala membacanya.

Sabtu, 01 Februari 2025

8 Tips untuk Menjebak Emosi Natural dalam Foto Sobat (Penjelasan dalam Lima Babak) – Tulisan Babak Pertama


Penjual Kerak Telor
Human Interest Photography
trisoenoe.com

Beraban, Tabanan, Bali, Sabtu, 1 Februari 2025

(Ditulis di desa Beraban, Tabanan, Bali Selatan, ditulis di awal bulan Februari di tahun 2025, dan ternyata di Bali masih ditengah musim penghujan)

Fotografi mungkin merupakan seni yang sangat visual, tetapi seperti halnya kodrat pada seni yang lain, fotografi tidak hanya bicara tentang estetika, ini tentang menceritakan sebuah kisah melalui foto. Hal ini khususnya berlaku saat memotret orang sebagai subjek foto Sobat. Menangkap gambar dan perasaan emosional yang autentik dan “bertutur-kata” dalam sebuah foto adalah kunci untuk menciptakan foto yang indah dan benar-benar menarik yang berbicara kepada siapapun yang melihat foto Sobat pada tingkat yang lebih intim dan personal.

Ada banyak emosi berbeda yang dapat digambarkan dalam sebuah foto. Dalam beberapa foto yang saya jepret, saya berusaha untuk menonjolkan kegembiraan, kebahagiaan, kesedihan, keputusasaan, dan cinta. Namun, interpretasinya dapat berbeda-beda, tergantung pada yang melihat. Namun, tantangan dalam menangkap emosi adalah membuatnya tampak alami dan “hidup”.

Tips untuk Mengambil Gambar Emosional yang Alami


Gadis Menyeduh Kopi
Human Interest Photography
trisoenoe.com

1. Abadikan Subjek Sobat pada Atmosfer yang Akrab


Mengambil foto subjek di lokasi yang familiar bagi mereka akan membuat mereka merasa lebih nyaman dengan Sobat dan kamera Sobat. Sobat bahkan dapat memilih tempat yang memiliki makna khusus serta punya latar cerita bagi subjek. Ini dapat membantu memunculkan aura emosional yang kuat.

Selama pemotretan, mintalah subjek Sobat jepret untuk menunjukkan lokasi tertentu tersebut kepada Sobat. Baik itu rumah mereka, warung tempat mereka bertemu, atau tempat lain Dimana mereka punya kisah di sana, hal tersebut pastinya dapat menstimulus emosi. Dorong mereka untuk menceritakan kisah-kisah tentang momen spesial mereka. Minta mereka untuk menunjukkan objek atau tempat favorit mereka di lokasi tersebut. Berbicara tentang peristiwa yang bermakna dapat membantu subjek Sobat bersikap lebih alami dalam menunjukkan gestur yang apa adanya. Sementara itu, menyertakan elemen yang relevan dapat membantu menambahkan konteks pada komposisi.

Pengantin Bali
trisoenoe.com

2. Berikan arahan minimal dan jangan campur tangan


Jangan mengarahkan alias mengatur-atur subjek yang Sobat jepret. Melakukan hal itu dapat mencegah Sobat menjadi emosional di depan kamera untuk difoto, karena mereka akan terlalu fokus untuk berpose yang mungkin atau mungkin akan membuat mereka menjadi canggung dan kaku. Bimbing mereka seminimal mungkin di mana harus meletakkan tangan mereka, cara memiringkan kepala mereka, dan banyak lagi. Jika Sobat benar-benar harus memberikan arahan untuk tujuan memanfaatkan cahaya yang tersedia atau lingkungan sekitar, pelajari cara berpose subjek Sobat dengan cara yang tidak akan membuat mereka merasa malu atau tidak nyaman.

Penting untuk diingat bahwa Sobat hanya boleh memberikan arahan yang halus di awal. Setelah subjek merasa lebih nyaman di depan kamera, biarkan mereka berinteraksi dengan bebas satu sama lain. Dan, jangan ikut campur. Jika memungkinkan, menjauhlah agar mereka merasa lebih nyaman. Tujuannya adalah membuat subjek lupa bahwa ada kamera di sana. Berusahalah untuk membuat diri Sobat tidak terlihat dan tidak mencolok sebisa mungkin.

Perhatikan bahwa cinta dapat terwujud di wajah dan melalui gerakan tangan, jadi cobalah untuk fokus atau sertakan wajah dan tangan saat memotret.

Bersambung ke bagian kedua dengan judul: “8 Tips untuk Menjebak Emosi Natural dalam Foto Sobat (Penjelasan dalam Lima Babak) – Tulisan Babak Kedua”, semoga Sobat dapat bahagia saat membacanya.

Selasa, 07 Januari 2025

Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Penghabisan


"Expresif!"
Foto Close-up dalam Hitam-Putih

Kediri, Tabanan, Bali, Selasa, 7 Januari 2025

(Ditulis di Kecamatan Kediri, Tabanan, Bali Selatan, masih di awal bulan Januari di tahun 2025, dan ternyata di Bali masih ditengah musim penghujan)

Artikel ini adalah sambungan dari artikel yang telah saya tulis sebelumnya, yang masih bertutur tentang kisah seorang yang dahulu kala cukup berjaya, seorang yang dulunya multi talenta, yang punya judul: "Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Keempat". Dan ini adalah artikel kelanjutannya, silahkan disimak:

Om Tustel tersenyum, "Tahu juga, cuma Oom tidak ambil pusing. Oom kira sandiwara tipi bakal ada saja dan tante-tante bakal banyak terus. Atau aka nada aja orang-orang yang bakal minta dipotoin sama Om. Waktu itu rasanya semua bakal beres saja. Begitu Oom diajak show keliling Sumatera dan Jawa, berebut orang pengen kenal sama Oom. Di seluruh daerah yang Oom sambangin, tidak ada yang kosong dari pacar-pacaran. Sudah jangan dibilang kalau di Jakarta. Siapa nyang berani marah, dia boleh terima Oom punya tangan. Tidak ada yang berani angkat muka kalau Oom sudah menjerit. Sampe sutradara nangis-nangis waktu Oom pura-pura bilang minta berhenti...."

"Wah, serem betul."

"Bukan maen serem-nya, maka itu Oom jadi sok tahu. Pernah sekali si Parjo, satpam studio mau coba-coba kasih nasihat Oom, supaya Oom hemat sama duit dan segala macam. Lima hari pipinya bengkak karena Oom gampar. Yang sedih kalau diingat sekarang si Peang. Nama sebenarnya Rudi Darmawan, tapi karena kepalanya peang, Oom panggil saja dia si Peang. Dia cuma pemain figuran, mana berani marah kalau Oom panggil si Peang. Dia sudah ada umur, anaknya tiga. Dia nasihati Oom belajar pegang buku, administrasi atau.... Belum habis dia bicara, Oom punya tangan sudah melayang, kontan dia jatuh tersungkur. Anaknya liat bapaknya Oom gampar nangis kejer. Ah, sedih betul kalau ingat itu. Enggak, enggak ada yang berani kasih nasihat sama Oom. Dibiarin saja Oom tetap dongo. Jangan lagi bahasa Inggris, ngaji saja Oom nggak becus. Bahasa Inggris nyang Oom bisa sedikit-sedikit, Oom dapat dari pergaulan saja. Di panggung waktu itu yang lazim adalah English language. So, now the time has come... and my glory is over. Now as you see, I'm sitting here before you, nothing and hopeless."

Bersama dalam batas Senja!
Fotografi Siluet

"Sayang sekali, Oom, ya. Orang-orang sekarang tidak mau pakai jasa Oom lagi."

"Tidak! Tidak ada nyang bisa Oom salahkan. Cuma Oom sendiri nyang salah. It's all because Oom sok tahu... sok tahu, sok keren. Lupa daratan."

"Seperti pemuda-pemuda sekarang juga, ya Oom, sok tahu!" sambut saya dengan maksud menyenangkan hatinya.

"Ya!" jawabnya kontan. Matanya melirik ke cangkir kopi, lalu sambungnya, "Yaaa..., tidak semua pemuda sekarang sok tahu...."

"Saya tidak mau sok tahu, Oom."

"Jangan! And you kelihatannya memang tidak sok tahu...."

Saya sodorkan rokok kepadanya. Saya bayar empat cangkir kopi Oom Tustel dan dua cangkir kopi saya, semua seharga tiga puluh ribu. Pak Tustel mengucapkan banyak terimakasih. Saya sodorkan sebatang lagi buat persediaan nanti sekaligus saya pesankan kopi hitam satu cangkir lagi untuknya, lalu kami pun berpisah.

Gadis dan sebotol Cola
"Candid Photography"

Catatan Sambil Lalu


Tustel 

Setelah diduduki Belanda selama kurang lebih 3,5 abad (walaupun ini masih diragukan), banyak sekali kosa kata dalam bahasa Belanda yang diserap dalam bahasa Indonesia. Salah satu yang paling umum adalah kata tustel, yang diserap dari kata toestel dalam bahasa Belanda (walaupun kata “tustel” saat ini sudah tak pernah lagi terdengar, kecuali diucapkan oleh orang-orang yang lahir di era 60-an atau 70-an). Pada masanya, tustel sering kali digunakan untuk merujuk pada benda berupa kamera.

Dalam KBBI, kata “tustel” akan diidentikkan dengan kata “kamera”, di mana keduanya diartikan sebagai “alat potret”. Namun, perlu dipahami, bahwa ternyata tustel dan kamera memiliki makna berbeda karena sesungguhnya tustel mengacu pada keseluruhan perangkat kamera, mulai dari body lensa, lensa, blitz, dan komponen-komponen lainnya.

Nopek ceng

Kata "nopek ceng" berarti uang senilai 200 ribu rupiah.
Istilah-istilah seperti "nopek ceng" merupakan bahasa gaul untuk menyebut nominal uang yang berasal dari bahasa Mandarin. Istilah ini awalnya digunakan oleh masyarakat keturunan Tionghoa berdialek Hokkian, namun lambat laun kata-kata mandarin ini mulai diserap oleh orang-orang di perkotaan (terutama di Jakarta) karena dianggap sebagai symbol dari “gaul” alias symbol anak muda atau symbol pebisnis pada era 70-an sampai dengan 90-an. Saat ini kata-kata ini sudah mulai jarang digunakan.

Tipi

“Tipi” berasal dari singkatan “TV”  yang dilafalkan dalam Bahasa Inggris menjadi “ti-vi”, TV adalah singkatan dari television. Pada awalnya orang-orang masih melafalkan singkatan “TV” ini dengan lafal “ti-vi”, namun lambat laun pengucapannya menjadi “ti-pi”. Pada era 70-an sampai dengan sebelum era internet, siaran televisi menjadi hiburan terfavorit, Dimana bermacam-macam siaran hiburan memiliki jumlah penonton yang banyak. Saat ini TV tetap menjadi hiburan yang diminati, walaupun tidak sehebat pada era 70-an sampai 2000 awal. 

Schouwburg (Gedung kesenian Jakarta)

Gedung Kesenian Jakarta adalah bangunan tua peninggalan bersejarah pemerintah Belanda yang hingga sekarang masih berdiri kokoh di Jakarta. Terletak di Jalan Gedung Kesenian No. 1 Jakarta Pusat. Gedung tersebut merupakan tempat para seniman dari seluruh Nusantara mempertunjukkan hasil kreasi seninya, seperti drama, teater, film, sastra, dan lain sebagainya. Gedung ini memiliki gaya arsitektur neo-renaisans yang dibangun tahun 1821 di Weltevreden yang saat itu dikenal dengan nama Theater Schouwburg Weltevreden, juga disebut dengan Gedung Komedi. 

Hingga sekarang gedung ini tetap menyajikan berbagai kegiatan kesenian, walaupun kebanyakan adalah kesenian yang “berat” dan klasik.

Demikianlah Sobat jepret semuanya, tulisan alias artikel yang saya tulis dan saya sajikan dalam lima bagian, yang bercerita tentang ironi kehidupan seorang fotografer sekaligus aktor serba bisa yang sangat terkenal pada jaman-nya. Semoga Sobat Jepret dimanapun bisa terhibur dengan artikel-artikel tersebut.

Tetap sehat, tetap semangat!

Salam Jepret Selalu!

Artikel ini diadaptasi dan ditulis oleh: Tuntas Trisunu

Sabtu, 07 Desember 2024

Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Keempat


Tersenyum !
Human Interest Photography
trisoenoe.com

Kediri, Tabanan, Bali, Sabtu, 7 Desember 2024

(Ditulis di Tabanan, Bali Selatan, masih di awal bulan Desember, dan masih ditengah musim penghujan. Hari ini berbeda dibanding minggu lalu. Hari ini selain kopi hitam dan rokok, ada sepiring gorengan yang menemani saya saat menulis cerita ini)

Artikel ini adalah sambungan dari artikel yang telah diunggah sebelumnya, yang masih bercerita tentang kisah seorang yang dahulu kala cukup berjaya, seorang yang dulunya multi talenta, yang punya judul: "Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Ketiga". Dan ini adalah artikel kelanjutannya, silahkan disimak:

Sambil cerita, Oom Tustel menghirup kopinya, setelah itu Saya sodorkan rokok lagi. Sambil tersenyum dia ambil rokok yang saya sodorkan, lalu dibakar, kemudian dihirupnya dalam-dalam. Belum pernah saya lihat orang bisa menghirup asap rokok  sedemikian nikmat seperti itu.

"Bukan Cuma itu, Oom juga jempolan kalo urusan motret orang ...?" Mata Oom Tustel melirik pada kamera saya, saya sodorkan. "Ya, Oom bukannya mau sombong, tapi emang om punya bakat alami untuk urusan motret. Semua nyang Oom poto, hasilnya pasti bisa lebih keren dari aslinya...."

“Kalo boleh sombong, cuma satu dua fotografer nyang bisa ngalahin hasil jepretan Oom. Nggak kehitung banyaknya artis yang antri cuma buat Oom poto. Bahkan ada artis perempuan, nyang ngebet banget minta dipoto sama Oom, sampe nguber-nguber kemane aje Oom pergi, siang malem. Lama-lama oom risih juga, terus Oom iyain..." Oom Tustel mulai menerawang lagi, sambil dimainkan rokok pemberian saya, diputar-putar di jari. "Waktu itu kita ke puncak, Oom dijemput sama dia. Setelah poto, kita nggak langsung pulang, tapi pelesir dulu, dia bayarin semua. Dan bukan cuma pelesiran…..kita juga nginep sampe dua hari di puncak…..Yaaahhh….you tau lah kira-kira ngapain aja kalo orang nginep bareng.”  Om Tustel mengangguk-angguk sambil tersenyum aneh. Sumpah….nggak bisa kebayang di fikiran saya kalo melihat potongan si Oom sekarang.

Bunga !
Close up & Beauty Photography
trisoenoe.com

“Pas sudah balik ke Jakarta, cepat-cepat Om cuci dan afdruk poto-poto nyang menurut Om bagus. Om afdruk ke ukuran besar, dan nggak lupa Om kasih pigura. Malamnya, Om antar ke rumah dia, tentu saja om bungkus pake kertas kado biar kelihatan berkelas.”

“Pas dia lihat hasil jepretan Om, dia seneng nggak kira-kira, sampe loncat-loncat kaya orang gila. Bukan cuma itu, om kasih juga hasil afdruk sama klise semuanya, biar dia bisa pilih-pilih mana nyang dia mau afdruk lagi.”

“Terus…?” Tanya saya penasaran.

“Yah…..Itu dia. Dia kasih banyak uang buat hasil kerja Om itu. Nggak maen-maen jumlahnya, bisa buat beli motor dua…….” 

Sejurus kemudian Pak Tustel tersenyum, dihirupnya kopinya sedikit sekali, takut habis. Kemudian dia seperti menyadari sesuatu, kemudian menunduk.

"Ke mana saja semua harta itu, Oom?" tanya saya setelah sesaat ia menunduk terdiam.

Sambil membenarkan letak leher kemejanya yang sudah pecah-pecah dan kusam karena lama dipakai, Om Tustel mengangkat muka sambil senyum kecil, suaranya rendah, "Habis..., habis..., gone! Hilang bersama Oom punya kejayaan."

"Habis bagaimana saja begitu banyak?"

"Ya..., macam-macam.... Minum, main, pelesir....

Barangkali memang sudah musti begini jadinya...."

"Tapi kalau Oom belikan kebun, sawah, bikin kontrakan atau...."

"Sekarang ini Oom baru tahu memang bagusnya kalau harta itu dikasih belanja yang ada faedah!"

"Waktu itu Oom tidak tahu?"

Bersambung ke bagian kelima dengan judul: “Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Kelima”, semoga Sobat bisa ada suka saat membacanya.

Minggu, 01 Desember 2024

Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Ketiga


Pedagang Kaki Lima
HI & Street Photography
trisoenoe.com

Kediri, Tabanan, Bali, Minggu, 1 Desember 2024

(Ditulis di Tabanan, Bali Selatan, pada awal bulan Desember, tepat ditengah musim penghujan. Segelas kopi hitam dan sebatang rokok adalah sahabat terbaik disaat menikmati hujan)

Artikel ini adalah sambungan dari artikel yang telah diunggah sebelumnya, yang bertutur tentang kisah seorang yang dahulu kala cukup berjaya, seorang yang dulunya multi talenta, yang punya judul: "Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Kedua". Dan ini adalah artikel kelanjutannya, silahkan disimak:

Mata Om tustel berpindah ke tempat lain, senyumnya mengambang, sedang mulai terbawa dalam lamunan. Saya sempat memperhatikan bahwa matanya sekarang tampak terlalu sipit, ini adalah karena ujung-ujung alisnya telah berlipat jatuh. Dia senyum lebih lebar sambil melirik saya. "Kasihan kalau dipikir-pikir nasib itu nona-nona. Saban sore banyak saja yang hilir-mudik di depan lobby studio TVRI. Padahal tidak mungkin dia bakal bisa ketemu kita. Bukan macam bintang-bintang sekarang, kita orang nggak kena nongol sembarangan. Kita sendiri bisa lihat dia. Tapi yang penting kalau sudah duduk dalam korsi penonton di dalam Studio. Waktu pertunjukan baru dimulai, baru lagu-lagu pembuka atau pembawa acara, lampu di tempat penonton masih menyala, kita ngintip. Kita bisa lihat siapa-siapa yang nonton di sebelah kiri depan, duduk si nona cantik diapit sama temannya, barangkali di deret tiga dari muka ada nona yang boleh juga, dan itu sebelah kanan ada tiga korsi kosong yang di tengah-tengahnya duduk seorang tante bersama suster, itulah tante kaya; barangkali suaminya penggede di instansi, bedak tebel dan gincunya menor, gelang emasnya segede-gede selang air. Kalau sudah ketahuan begitu, beres sudah. Kalau nanti kita muncul di panggung, jangan lupa lemparkan lirikan dan senyuman ke korsi-korsi yang sudah kita incer tadi. Waktu kita nyanyi sendirian, umpamanya pas ditengah adegan yang cuma Om aja yang kelihatan, Om bakal tampil maksimal sambil kasih lirik isyarat sama senyum ke sasaran.

"Penonton di korsi studio bakal teriak-teriak. Jatuhkan lirikan sembari sedikit senyum pada si nona-nona manis. Cukup. Pas sandiwaranya bubar, Om bakal terima banyak kabar dari temen-temen pemain figuran. Ada nyang bilang Om ditunggu mobil di belakang. Ada nyang minta supaya difotoin sama Oom malem itu juga. Foto apa malam-malam begitu? Ada yang minta Oom kasih jenguk seorang gadis yang mendadak jatuh sakit. Yah, sudah Oom ceritakan bagaimana selanjutnya sama you. Susah, bisa you bayangkan apa kejadian selewatnya bubar pertunjukan".

Ekspresif !
Portrait & Soft Photography
trisoenoe.com

"Cukup barangkali kalau Om kasih tahu, waktu itu Om punya tiga rumah, sepeda motor tiga dan mobil dua. Om punya dua puluh kotak beludru yang masing-masing isinya  lima puluh gram emas batangan, dua tabungan yang bisa bakal beli empat rumah, cincin emas enggak tahu berapa banyak, selosin gelang emas, jam emas, dan tustel kelas wahid, ada kali lima belas biji. Semua Om dapat dari tante-tante yang manis.... Ada pantun lagu nyang bunyinya begini: 

Muara Angke bukan Kerawang
Carilah tante nyang banyak uang.

"Tapi bukan maksud Om mau ngeret mereka. Orang ngeret nanti ketiban sial! Itu tante-tante yang berebutan datang. Kita sih namanya juga seniman, perlu dapat simpati penggemar. Salah dia sendiri kalau fall in love sama Oom, betul enggak? Kalau Om enggak terima, gimana? Malah ada nyang bilang dia mau bunuh diri. Belum ada yang sampe kejadian bunuh diri, tapi lebih beres kan memang kalau Om terima saja, betul enggak? Walhasil Om punya harta Nyang nggak maen-maen banyaknya."

Bersambung ke bagian keempat dengan judul: “Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Keempat”, semoga Sobat bisa banyak senang saat membacanya.