Selasa, 15 Mei 2018

ALIRAN FOTOGRAFI-HUMAN INTEREST PHOTOGRAPHY (serie 2)


Pengayuh becak, Cileduk, Tangerang

Kemayoran, Jakarta, Selasa, 15 Mei 2018

Selamat pagi, siang, sore dan malam untuk sobat jepret semuanya. 

Kalau dalam artikel sebelumnya, saya sudah mengulas tentang Street Photography, kali ini, saya akan mencoba untuk mengulas tentang Human Interest. 

Nah, apa itu Human Interest Photography? 

Terus terang, saya agak sulit untuk menerangkan aliran fotografi yang satu ini, bukan tanpa sebab, karena aliran ini tak punya batasan yang jelas, dan sering sekali disamakan dengan aliran lain semacam Street Photography (Fotografi jalanan), Fotografi Budaya (Culture Photography), bahkan dengan Fotografi Potret.

Lho, kok bisa campur aduk seperti itu? Mungkin penyebabnya adalah, dari semua aliran yang sebutkan brusan, seluruhnya melibatkan unsur manusia, entah sebagai obyek utama, atau obyek penunjang. namun,  Street Photography (Fotografi jalanan), Fotografi Budaya (Culture Photography), Fotografi Potret, dan juga Human Interest, seluruhnya melibatkan unsur manusia. Jelas, dengan adanya sosok "manusia" di dalam frame, maka, ketika orang melihat foto-foto dari berbagai aliran tersebut, alam bawah sadar akan secara otomatis menggiring persepsi dalam otak ke arah manusianya, baru kemudian citra atau gambar lain dalam frame.

Penjual Kerak Telor, Puri Beta 2, Ciledug Tangerang-Banten

Gimana? Ngerti gak? Hahahahaha......sabar sob, mungkin saya bisa sederhanakan seperti ini :

"Ketika manusia melihat suatu foto, maka obyek yang paling dahulu dilihat adalah manusia, setelah itu yang lainnya"....Nah, paham tokh sekarang?

Itulah penyebabnya, mengapa aliran-aliran fotografi yang sudah saya tuliskan diatas, menjadi rancu satu sama lain, karena fokus atau "point of interest" nya sama....Manusia!

Terus, balik lagi kepersoalan  utama, jadi, apa sih sebenarnya "HUMAN INTEREST PHOTOGRAPHY" itu?

Ini sob, penjabaran secara panjang lebar (disadur dari www.fotografi.lovelybogor.com)

Penjahit Pinggir Jalan, Kebayoran Lama
Jakarta

Hehehehe, sebenarnya jawabannya sederhana sob, HUMAN INTEREST PHOTOGRAPHY adalah satu aliran dalam fotografi (lihat tentang human interest, bagian 1), dimana penekanan atau fokus dari obyek utamanya adalah manusia, dengan kata lain, Fotografi Human Interest atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai fotografi humanisme adalah “aliran” yang menekankan pada manusia sebagai obyek utamanya. 

Meskipun demikian, ada perbedaan dengan aliran-aliran lainnya, sebuah foto human interest akan lebih menitikberatkan terhadap hadirnya “mood” atau “suasana” atau “emosi” dalam setiap potret yang dihasilkannya.

Pemulung, Puri Beta 2 Ciledug
Tangerang-Banten
Penekanan terhadap unsur “mood” didalam setiap potretnya membuatnya berbeda dari genre fotografi jurnalistik yang menekankan pada unsur peristiwa. Tidak jarang foto human interest pun dimasukkan dalam genre lainnya, yaitu fotografi jalanan, karena mayoritas fotonya juga “dipungut” dari kehidupan jalanan, tetapi karena tidak semua fotografi jalanan bersubyek manusia, maka fotografi humanisme sering dianggap bagian yang berdiri sendiri.
Tetapi, ada perbedaan dasar yang menjadikannya berbeda.

Fotografi human interest menampilkan manusia dalam kehidupannya sehari-hari dalam kondisi yang sealami mungkin. Manusia-manusia yang menjadi inti sebuah potret bahkan sering tidak menyadari bahwa dirinya menjadi sasaran kamera.

Sangat alami dan natural.

Apalagi, sebuah foto human interest tidak selamanya terfokus pada sang manusianya saja, tetapi menggambarkan juga kehidupan mereka, reaksi, ekspresi atau tindakan spontan mereka menghadapi situasi saat potret dibuat.

Jadi, bukan hanya pada manusianya. Unsur lingkungan dan situasi pada saat potret dibuat akan bisa menjadi unsur penting di dalamnya.

Penjual Keperluan Rumah Tangga, Puri Beta, Ciledug, tangerang-Banten

Bertujuan Menarik Simpati?

Bisa jadi dan tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar.

Banyak yang memberikan penjelasan tambahan bahwa fotografi human interest bertujuan untuk menarik simpati mereka yang melihat. Tidak salah, karena salah satu cara menampilkan “mood” atau “suasana” dalam sebuah foto adalah dengan memasukkan unsur yang bisa mengundang “rasa” dalam diri yang melihat.

Salah satu rasa itu adalah “simpati” dan “empati”.

Penjual Tisue, Kemayoran, Jakarta Pusat

Oleh karena itu, banyak fotografer yang mengambil subyek atau obyek foto berupa mereka-mereka yang berasal dari kalangan ekonomi bawah. Bagaimanapun, rasa kasihan atau simpati ada dalam diri setiap manusia dan melihat mereka-mereka yang berada dalam tekanan kehidupan adalah cara yang paling umum dan mudah untuk mendapatkan perhatian dari yang melihat.

Meskipun demikian, tidak selamanya benar.

Fotografi human interest bukan hanya untuk menghadirkan simpati. Tidak ada batasan bahwa sebuah potret harus mengambil tema kesusahan orang dan mengundang airmata dari yang melihat. Sebuah foto humanisme bisa saja mengambil obyek orang kaya dan sukses serta menggambarkan kemewahan yang dinikmatinya.

Yang terpenting adalah menghadirkan “mood” tersebut di dalam karya foto yang dihasilkan.

Nah, berikut ini adalah beberapa tips untuk foto aliran Human Interest 

Tips Membuat Foto Human Interest

Terlihat mudah, tetapi sebenarnya membuat sebuah foto human interest bukanlah perkara mudah. Masalah paling utama yang paling sering dihadapi adalah untuk menghadirkan yang namanya “mood” atau “emosi” ke dalam potret.

Tidak pernah ada cara yang “ampuh” atau paling benar untuk melakukan semua itu. Masing-masing fotografer harus terus mencoba dan mencoba melakukannya. Mengusahakan agar feeling dan insting terasah dengan banyak turun ke jalan adalah kewajiban.

Penjual barang bekas, Kebayoran Lama, Jakarta
Tidak bisa tidak karena fotografi human interest lebih mengedepankan rasa yang hadir di dalam diri sang fotografer dibandingkan sekedar menerapkan berbagai teknik fotografi.

Walaupun demikian, ada beberapa tips yang bisa dicoba untuk meningkatkan peluang menghasilkan foto bertema human interest yang baik.

1) Banyak Membaca Berita
Terlihat tidak ada kaitannya, tetapi karena kebanyakan foto dari “genre” ini diambil di jalanan, seperti street photography, pengetahuan tentang berbagai tema sosial dalam masyarakat dapat memperluas wawasan.

Sebagai contoh, semisal kejadian yang sedang hangat menjadi berita adalah penggusuran kaki lima disuatu tempat, maka, seandainya anda membuat foto tentang itu, pesan yang akan disampaikan oleh foto anda, akan menjadi sangat kuat, dan lebih mampu berbicara.

2) Jeli Melihat Situasi dan Lingkungan Sekitar
Fotografi human interest dalam berbagai hal tidak berbeda jauh dengan fotografi jalanan dan kebanyakan obyeknya pun ada di dalam kehidupan keseharian. Oleh karena itu, teknik hunting fotonya pun tidak berbeda jauh.

Jeli dalam mencari obyek dan momen adalah sebuah keharusan. Terkadang menunggu di satu titik lebih baik dibandingkan terus berjalan karena hal itu memberikan kesempatan seorang fotografer untuk memandang ke sekitar untuk menemukan hal-hal yang menarik.

Seniman Boneka, Fatahillah, Kota, Jakarta

3) Kamera Harus Siap Beraksi
Mau tidak mau. Momen-momen di jalanan tidak akan bisa diulang lagi. Semua terjadi dalam hitungan detik. Dalam hal ini prinsip “decisive moment“-nya Henri Cartier Bresson berlaku.

Kamera harus dalam kondisi standby setiap saat untuk menghindari kehilangan momen-momen. Mode auto akan lebih menguntungkan dalam hal ini karena fotografi human interest lebih mengandalkan pada kekuatan “cerita” dalam potret dibandingkan penerapan teknik fotografi.

Meskipun demikian, seorang fotografer kawakan tetap mungkin mendapatkan sebuah foto yang menarik bahkan dengan mode manual sekalipun karena skillnya dalam menentukan settingan kamera yang tepat.

4) Lensa Zoom Menguntungkan
Salah satu kriteria (meski tidak mutlak dan sulit dibuktikan) adalah sifat alami alias tidak dibuat-buat. Seringkali hal itu terkendala oleh sikap sang obyek yang berubah menjadi kaku dan tidak natural ketika tahu dirinya berada dalam bidikan lensa. Itulah sebabnya seringnya harus ada jarak yang cukup antara yang memotret dengan obyek agar kehadiran kamera tidak mempengaruhi tingkah laku “buruan”. 

Pemakaian lensa zoom akan sangat menguntungkan karena jarak bisa tetap dijaga dan sang fotografer bisa leluasa mengamati obyek mereka tanpa mengganggu aktifitasnya.

Penjual Bunga Keliling, Puri Beta

5) Meminta Izin
Terkadang, suka atau tidak suka banyak orang yang tidak suka kamera diarahkan kepada dirinya. Apalagi jika kamera yang dibawa adalah DSLR, yang entah kenapa sering menimbulkan reaksi tidak nyaman dari sang obyek. 

Oleh karena itu, jika ternyata setelah tombol shutter ditekan dan kemudian reaksi dari sang obyek terlihat tidak nyaman, ada baiknya mempertimbangkan untuk mendatanginya dan berkomunikasi secara langsung. Jelaskan tujuan Anda mengambil foto dan perlihatkan hasilnya.

Dalam banyak kasus, mereka pada akhirnya mengerti dan bahkan tidak jarang mengajak berbincang (pengalaman sendiri). Tidak jarang bahkan mereka bersedia dipotret lagi. Jangan ragu untuk meminta izin jika diperlukan.

6) Pisahkan Obyek Utama
Salah satu kesulitan yang paling sering dihadapi di jalanan adalah situasi yang terlalu ramai. Terkadang meski ada obyek menarik, tetapi hasilnya tidak maksimal karena banyak hal yang tidak perlu, terutama orang-orang yang berlalu lalang, hadir dan mengganggu. 

Jika menghadapi hal ini, cobalah berbagai sudut pemotretan sehingga sang sasaran bisa dipisahkan dari latar belakang yang terlalu “gaduh”. Jangan diam dan statis, tetapi usahakan agar sebisa mungkin sang obyek bisa benar-benar terfokus tanpa gangguan.

Penjual cemilan Tahu, Selasar Blok-M, Jakarta

7) Pakai Bokeh
Kalau ternyata memisahkan sang obyek dari latar belakang sulit, kaburkan latar belakang dan pakai bokeh. Dengan begitu latar belakang yang ramai bisa “dihilangkan” dan tidak lagi mengganggu target utama. Lagipula, dengan mengaburkan background akan menambah nilai artistik dari sebuah foto. Bukan keharusan, tetapi bisa sangat membantu.

8) Pilih Obyek Yang Berkarakter Kuat atau Unik
Foto human interest seringnya harus mengandalkan pada sosok, terutama kalau kita hendak membuat potret.

Untuk itu kejelian dalam memilih karakter yang menjadi tokoh utama diperlukan. Carilah karakter-karakter yang “kuat” atau “unik”. Masing-masing selera akan berbeda, jadi tentukanlah berdasarkan selera sendiri. Tidak ada patokan standar tentang hal ini.


9) Fokuskan Pada Wajah
Wajah adalah area dimana emosi seseorang akan ditampilkan pertama kali. Emosi akan menciptakan mood.

Memfokuskan ide utama sebuah foto pada wajah seseorang, bisa sangat membantu dalam menghadirkan unsur “mood” atau “emosi”.

10) Pakai Foto Hitam Putih
Bukan tanpa alasan, penggunaan foto hitam putih sangat banyak ditemukan dalam fotografi jalanan atau human interest.

Pengemis, Puri Beta 2, Ciledug, Tangerang-Banten

Nuansa “suram” dan penuh “misteri” yang dihadirkan foto monochrome ini membantu menghadirkan yang namanya “mood”, terutama kalau yang ingin dihadirkan adalah ide tentang kesedihan, kesusahan.

Itulah penjabaran luar biasa dari fotografer ahli, yang menerangkan secara panjang lebar tentang aliran Human Interest ini. Mungkin diantara sobat ada yang memiliki persepsi sendiri tentang aliran ini, yang berlainan dengan penuturan beliau...itu sama sekali tidak salah.

Kembali lagi, fotografi itu seni, bukan eksakta, bukan ilmu pasti (baca artikel tentang ini), jadi setiap orang berhak untuk memiliki persepsi yang berbeda, selama masih dalam garis besar yang sama. 

Jasa Tukar Uang, Kota, Jakarta

Nah, demikianlah penuturan tentang aliran fotografi yang bernama Human Interest. Semoga artikel ini bisa menambah wawasan kita tentang aliran Human Interet tersebut.

Akhir kata, seperti kata pepatah, "tak ada gading yang tak retak", artikel inipun sama seperti itu, masih sangat boleh untuk dikritik dan ditanggapi.

Salam jepret.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar