Sabtu, 07 Desember 2024

Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Keempat


Tersenyum !
Human Interest Photography
trisoenoe.com

Kediri, Tabanan, Bali, Sabtu, 7 Desember 2024

(Ditulis di Tabanan, Bali Selatan, masih di awal bulan Desember, dan masih ditengah musim penghujan. Hari ini berbeda dibanding minggu lalu. Hari ini selain kopi hitam dan rokok, ada sepiring gorengan yang menemani saya saat menulis cerita ini)

Artikel ini adalah sambungan dari artikel yang telah diunggah sebelumnya, yang masih bercerita tentang kisah seorang yang dahulu kala cukup berjaya, seorang yang dulunya multi talenta, yang punya judul: "Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Ketiga". Dan ini adalah artikel kelanjutannya, silahkan disimak:

Sambil cerita, Oom Tustel menghirup kopinya, setelah itu Saya sodorkan rokok lagi. Sambil tersenyum dia ambil rokok yang saya sodorkan, lalu dibakar, kemudian dihirupnya dalam-dalam. Belum pernah saya lihat orang bisa menghirup asap rokok  sedemikian nikmat seperti itu.

"Bukan Cuma itu, Oom juga jempolan kalo urusan motret orang ...?" Mata Oom Tustel melirik pada kamera saya, saya sodorkan. "Ya, Oom bukannya mau sombong, tapi emang om punya bakat alami untuk urusan motret. Semua nyang Oom poto, hasilnya pasti bisa lebih keren dari aslinya...."

“Kalo boleh sombong, cuma satu dua fotografer nyang bisa ngalahin hasil jepretan Oom. Nggak kehitung banyaknya artis yang antri cuma buat Oom poto. Bahkan ada artis perempuan, nyang ngebet banget minta dipoto sama Oom, sampe nguber-nguber kemane aje Oom pergi, siang malem. Lama-lama oom risih juga, terus Oom iyain..." Oom Tustel mulai menerawang lagi, sambil dimainkan rokok pemberian saya, diputar-putar di jari. "Waktu itu kita ke puncak, Oom dijemput sama dia. Setelah poto, kita nggak langsung pulang, tapi pelesir dulu, dia bayarin semua. Dan bukan cuma pelesiran…..kita juga nginep sampe dua hari di puncak…..Yaaahhh….you tau lah kira-kira ngapain aja kalo orang nginep bareng.”  Om Tustel mengangguk-angguk sambil tersenyum aneh. Sumpah….nggak bisa kebayang di fikiran saya kalo melihat potongan si Oom sekarang.

Bunga !
Close up & Beauty Photography
trisoenoe.com

“Pas sudah balik ke Jakarta, cepat-cepat Om cuci dan afdruk poto-poto nyang menurut Om bagus. Om afdruk ke ukuran besar, dan nggak lupa Om kasih pigura. Malamnya, Om antar ke rumah dia, tentu saja om bungkus pake kertas kado biar kelihatan berkelas.”

“Pas dia lihat hasil jepretan Om, dia seneng nggak kira-kira, sampe loncat-loncat kaya orang gila. Bukan cuma itu, om kasih juga hasil afdruk sama klise semuanya, biar dia bisa pilih-pilih mana nyang dia mau afdruk lagi.”

“Terus…?” Tanya saya penasaran.

“Yah…..Itu dia. Dia kasih banyak uang buat hasil kerja Om itu. Nggak maen-maen jumlahnya, bisa buat beli motor dua…….” 

Sejurus kemudian Pak Tustel tersenyum, dihirupnya kopinya sedikit sekali, takut habis. Kemudian dia seperti menyadari sesuatu, kemudian menunduk.

"Ke mana saja semua harta itu, Oom?" tanya saya setelah sesaat ia menunduk terdiam.

Sambil membenarkan letak leher kemejanya yang sudah pecah-pecah dan kusam karena lama dipakai, Om Tustel mengangkat muka sambil senyum kecil, suaranya rendah, "Habis..., habis..., gone! Hilang bersama Oom punya kejayaan."

"Habis bagaimana saja begitu banyak?"

"Ya..., macam-macam.... Minum, main, pelesir....

Barangkali memang sudah musti begini jadinya...."

"Tapi kalau Oom belikan kebun, sawah, bikin kontrakan atau...."

"Sekarang ini Oom baru tahu memang bagusnya kalau harta itu dikasih belanja yang ada faedah!"

"Waktu itu Oom tidak tahu?"

Bersambung ke bagian kelima dengan judul: “Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Kelima”, semoga Sobat bisa ada suka saat membacanya.

Minggu, 01 Desember 2024

Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Ketiga


Pedagang Kaki Lima
HI & Street Photography
trisoenoe.com

Kediri, Tabanan, Bali, Minggu, 1 Desember 2024

(Ditulis di Tabanan, Bali Selatan, pada awal bulan Desember, tepat ditengah musim penghujan. Segelas kopi hitam dan sebatang rokok adalah sahabat terbaik disaat menikmati hujan)

Artikel ini adalah sambungan dari artikel yang telah diunggah sebelumnya, yang bertutur tentang kisah seorang yang dahulu kala cukup berjaya, seorang yang dulunya multi talenta, yang punya judul: "Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Kedua". Dan ini adalah artikel kelanjutannya, silahkan disimak:

Mata Om tustel berpindah ke tempat lain, senyumnya mengambang, sedang mulai terbawa dalam lamunan. Saya sempat memperhatikan bahwa matanya sekarang tampak terlalu sipit, ini adalah karena ujung-ujung alisnya telah berlipat jatuh. Dia senyum lebih lebar sambil melirik saya. "Kasihan kalau dipikir-pikir nasib itu nona-nona. Saban sore banyak saja yang hilir-mudik di depan lobby studio TVRI. Padahal tidak mungkin dia bakal bisa ketemu kita. Bukan macam bintang-bintang sekarang, kita orang nggak kena nongol sembarangan. Kita sendiri bisa lihat dia. Tapi yang penting kalau sudah duduk dalam korsi penonton di dalam Studio. Waktu pertunjukan baru dimulai, baru lagu-lagu pembuka atau pembawa acara, lampu di tempat penonton masih menyala, kita ngintip. Kita bisa lihat siapa-siapa yang nonton di sebelah kiri depan, duduk si nona cantik diapit sama temannya, barangkali di deret tiga dari muka ada nona yang boleh juga, dan itu sebelah kanan ada tiga korsi kosong yang di tengah-tengahnya duduk seorang tante bersama suster, itulah tante kaya; barangkali suaminya penggede di instansi, bedak tebel dan gincunya menor, gelang emasnya segede-gede selang air. Kalau sudah ketahuan begitu, beres sudah. Kalau nanti kita muncul di panggung, jangan lupa lemparkan lirikan dan senyuman ke korsi-korsi yang sudah kita incer tadi. Waktu kita nyanyi sendirian, umpamanya pas ditengah adegan yang cuma Om aja yang kelihatan, Om bakal tampil maksimal sambil kasih lirik isyarat sama senyum ke sasaran.

"Penonton di korsi studio bakal teriak-teriak. Jatuhkan lirikan sembari sedikit senyum pada si nona-nona manis. Cukup. Pas sandiwaranya bubar, Om bakal terima banyak kabar dari temen-temen pemain figuran. Ada nyang bilang Om ditunggu mobil di belakang. Ada nyang minta supaya difotoin sama Oom malem itu juga. Foto apa malam-malam begitu? Ada yang minta Oom kasih jenguk seorang gadis yang mendadak jatuh sakit. Yah, sudah Oom ceritakan bagaimana selanjutnya sama you. Susah, bisa you bayangkan apa kejadian selewatnya bubar pertunjukan".

Ekspresif !
Portrait & Soft Photography
trisoenoe.com

"Cukup barangkali kalau Om kasih tahu, waktu itu Om punya tiga rumah, sepeda motor tiga dan mobil dua. Om punya dua puluh kotak beludru yang masing-masing isinya  lima puluh gram emas batangan, dua tabungan yang bisa bakal beli empat rumah, cincin emas enggak tahu berapa banyak, selosin gelang emas, jam emas, dan tustel kelas wahid, ada kali lima belas biji. Semua Om dapat dari tante-tante yang manis.... Ada pantun lagu nyang bunyinya begini: 

Muara Angke bukan Kerawang
Carilah tante nyang banyak uang.

"Tapi bukan maksud Om mau ngeret mereka. Orang ngeret nanti ketiban sial! Itu tante-tante yang berebutan datang. Kita sih namanya juga seniman, perlu dapat simpati penggemar. Salah dia sendiri kalau fall in love sama Oom, betul enggak? Kalau Om enggak terima, gimana? Malah ada nyang bilang dia mau bunuh diri. Belum ada yang sampe kejadian bunuh diri, tapi lebih beres kan memang kalau Om terima saja, betul enggak? Walhasil Om punya harta Nyang nggak maen-maen banyaknya."

Bersambung ke bagian keempat dengan judul: “Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Keempat”, semoga Sobat bisa banyak senang saat membacanya.