Salam jumpa lagi Sobat jepret semuanya. Seperti janji saya sebelumnya, coretan ini adalah sambungan dari artikel keempat (Kata Mas Bejo si Tukang Gorengan dan Kopi, Sayalah yang Salah (Cerita tentang “Fotografer” genre Fotografi Abstrak) Episode Keempat), dan artikel ini adalah episode kelima alias episode terakhir dari entah lima episode yang ada dalam artikel ini.
Segera saya cari kontak beberapa kawan di komunitas yang sering kudengar membicarakan tentang fotografi abstrak sampai jauh-jauh malam. Dan bukan main-main, saya sengaja cari fotografer-fotografer yang menurut saya tulen, yang memang paham betul dunia per “abstrak”an ini. Dan tidak berhenti hanya di pemahaman saja, saya bahkan sampai cari fotografer yang punya tampang yang “abstrak”, supaya lebih mantab jiwa. Untungnya, mereka semua bersedia menjadi juri (sudah pasti dengan embel-embel kopi, gorengan, dan juga rokok sebagai sesajen).
Pada suatu hari yang telah ditentukan berkumpulah kawan-kawan itu di depan teras kedai kopi mas Bejo, dekat tukang kue cubit, di dekat kosan saya. Tergeletak di situ tidak kurang dari 10 foto abstrak, dua di antaranya adalah foto hasil jepretan Bedul. Saya sendiri tak tahu yang mana. Lalu saya persilakan lah mereka memilih yang mana diantara sepuluh foto abstrak itu satu foto abstrak yang palsu.
Tegang sekali suasana saat itu!
Delapan pasang mata tajam-tajam memandangi kesepuluh buah potret. Tapi rasa-rasanya, saya kenal sinar-sinar mata itu. Sinar mata orang yang sedang memikir teka-teki silang atau perkara seni yang berat. Sudah bisa saya duga, dan benar juga hasilnya bahwa saya harus menyerahkan 500 ribu perak kepada Bedul. Saya kalah. Dua buah lukisan abstrak yang mereka katakan palsu justru potret hasil jepretran si Ujang jambul.
Sakit hati saya, tapi saya tetap percaya dan yakin bahwa antara foto abstrak dan foto coreng-moreng, asal jepret sembarangan pasti ada bedanya. Pada suatu saat pasti ada yang bisa memberi keterangan yang sesungguhnya dan betul kepada Bedul, kawanku sekampung halaman itu. Mudah-mudahan saja cepat tiba saatnya supaya Bedul tidak sampai berlarut-larut.
Yang sudah terang adalah: saya kalah 500 ribu perak. Upah yang baru saja saya terima dari boleh jual potret, melayang sudah. Kata paman saya di rumah, ayah Bedul yang salah. Kata kakak saya, justru paman Bedul yang salah, karena tak diberikan ketentuan-ketentuan yang lengkap kepada Bedul bahwa pekerjaan yang harus didapatkannya di Jakarta itu adalah pekerjaan yang ada gunanya dan menghasilkan uang.
Tapi, kata mas Bejo si tukang gorengan dan kopi, sayalah, si “sok tau” ini, yang salah, karena saya mau ikut-ikut urusan orang lain.
Salam Jepret selalu.
(Kisah ini adalah kisah fiksi semata, tapi ceritanya terilhami oleh kejadian nyata yang saya alami sendiri!)
Artikel diadaptasi dan ditulis ulang oleh: Tuntas Trisunu
#Fotografi #Fotografer #FG #Momod #kamera #Tips #Trik #Tips Fotografi #Trik Fotografi #Teknik Fotografi #Seni Fotografi #Aliran Fotografi #Genre Fotografi #Still Life Fotografi #Rule of third #Photo #Photography #Foto #BW #Model foto #Potret # Aliran fotografi #Bangunan bersejarah #Bangunan bersejarah di Jakarta Batavia #Food Photography #Foto hitam-putih #fotografer #Fotografi #Fotografi Abstrak #Fotografi Arsitektur #Fotografi Komersial #fotografi makanan #Fotografi Wajah #Gallery #Human Interest Photography #Jakarta #Jalan-jalan #Karya Foto #Sejarah Batavia #serba-serbi #Spot Fotografi #Street Photography #Teknik fotografi #Video Fotografi #Selfie #Toys Fotografi #Wedding Photography #Underwater Photography #Macro Photography #HUMAN INTEREST PHOTOGRAPHY #Lensa #Lensa Kamera #Kamera #DSLR #Mirrorless #Analog #Tripod #Kamera HP #Foto model #Komunitas fotografi #Sesi foto #Trik & Tips Fotografi #Aturan segitiga #Aturan segi empat #photoshop #Tallent #MUA