Rabu, 23 Mei 2018

ALIRAN FOTOGRAFI YANG POPULER DIKALANGAN ANAK MUDA



Kemayoran, Jakarta, Rabu, 23 Mei 2018

Selamat pagi, siang, sore, dan malam untuk sobat jepret semuanya. Apa kabar? Apa udah pada tau semua, kalau di hari ini, harga dollar selembarnya sudah mencapai 14 ribu dua ratus perak?....Hahahahaha, silahkan pada semaput deh Sob. Yang udah pada punya target beli lensa atau kamera, kayanya harus pada "menahan diri" nih...hahahaha.

Ya sudahlah, ditangisi juga percuma, disesali juga tiada guna. Sabar aja, biar Tuhan yang bales.

Nah, daripada bermuram durja dan bergundah gaulana, lebih baik, saya menulis artikel saja deh. 

Artikel saya kali ini akan mengulas satu topic  yang sebenarnya, diluar pengetahuan saya  (kalau mau ikut bahasanya kids jaman now…topic ini tuh…”nggak gue bangetzzzzz”).

Lah, kok bisa? 

Iya, karena artikel kali ini, akan membahas tentang aliran fotografi yang populer dikalangan “kids jaman now”, alias, aliran fotografi  yang popular untuk anak muda jaman sekarang, sedangkan saya? Sudah jelas, kids jaman prehistoric, atau anak muda jaman….”doeloe”. Hehehehe….jadi, artikel ini akan saya dahului dengan permintaan maaf yang sebesar-besarnya untuk anak muda jaman now, atas kelancangan saya menulis artikel tentang "kelakuan" anak muda dalam berkamera.

So, biar ga terlalu bertele-tele, ada baiknya kita mulai saja artikelnya ya sob.

Alkisah, pada jaman dahulu…..eh…salah…waduh, salah contekan nih…maaf!

Untuk artikel kali ini (nah, ini baru contekan yang bener!), saya akan mengulas tentang beberapa aliran dalam fotografi yang saat ini menjadi “Hits” di kalangan anak muda. Aliran-aliran fotografi ini menjadi satu identitas atau ciri khas “tak resmi” yang melabeli semangat anak muda dalam fotografi. Sebenarnya, aliran-aliran fotografi ini tidak melulu menjadi dominasi anak muda, namun, karena pelakunya mayoritas adalah anak muda, maka tak salah kiranya kalau aliran-aliran fotografi ini didapuk menjadi alirannya kids jaman now, so, berikut aliran-aliran fotografi tersebut:



1. Selfie

Nah, kalau aliran yang satu ini, saya rasa saya tak perlu menerangkannya secara panjang lebar,karena memang, semua orang (atau hampir semua orang) melakukan hal ini.

Tapi, tak ada salahnya deh kalau saya ulas lagi. 

Aliran selfie adalah aliran fotografi, dimana sang obyek foto dan si fotografer, adalah orang yang sama, dan dipotret pada saat yang bersamaan, di tempat yang sama juga! Singkatnya, selfie ini adalah seni memotret diri sendiri. 

Foto selfie ini mulai merebak dan meledak, ketika sosial media dan juga kamera mulai bersifat sangat umum dan mudah diakses oleh banyak orang. Ketika kamera mulai di “simplifikasi” dan diserap kedalam HP pintar, dan HP pintar juga ber”kolaborasi” dengan sosmed, efeknya sudah bisa ditebak, setiap orang “mendadak fotografer” dan setiap orang “mendadak model”.



Menurut sumber lain, foto selfie adalah : “Swafoto atau foto narsisis (bahasa Inggris: selfie) adalah jenis foto potret diri yang diambil sendiri dengan menggunakan kamera digital atau telepon kamera. Foto narsisis sering dikaitkan dengan narsisisme, terutama dalam jejaring sosial. Pose yang digunakan umumnya bersifat kasual, dan diambil dengan menggunakan kamera yang diarahkan ke diri sendiri, atau bisa juga melalui cermin. Objek foto ini biasanya hanya si fotografer atau beberapa orang yang bisa dijangkau oleh fokus kamera. Foto narsisis yang melibatkan beberapa orang disebut dengan "foto narsisis kelompok".

Dan saat ini, perlengkapan untuk menunjang kegiatan foto selfie ini juga semakin berkembang, mulai dari tongsis, sampai drone.



2. Toys Fotografi

Toys fotografi adalah seni memotret mainan, dimana obyek sentral dari foto aliran ini adalah... mainan (hadehhhh....ya iya lah!), Di dalam toy fotografi kita bisa menempatkan objek atau mainan tersebut dimanapun, atau dipasangkan dengan beberapa benda, atau diorama, sehingga objek tersebut terlihat hidup. Biasanya, disertai dengan sentuhan-sentuhan edit, untuk menimbulkan kesan “hidup” pada foto aliran ini.




3. Wedding Photography

Fotografi pernikahan adalah campuran dari berbagai jenis fotografi. Meskipun fotografi pernikahan adalah sebuah film dokumenter dari hari pernikahan, foto pernikahan dapat retouched dan diedit untuk menghasilkan berbagai efek. Sebagai contoh, seorang fotografer bisa mengobati beberapa gambar dengan toning sepia untuk memberi efek lebih klasik.



Selain itu, seorang fotografer pernikahan harus memiliki kemampuan fotografi potret, dia juga mungkin harus menggunakan teknik fotografi glamour untuk menangkap gambar pengantin agar terlihat lebih baik.  Fotografi pernikahan telah berkembang dan tumbuh sejak penemuan bentuk seni fotografi pada tahun 1826 oleh Joseph Nicéphore Niépce



4. Underwater Photography

Nah, kalau aliran fotografi yang satu ini, saat ini lagi naik daun. Alias hits luar biasa. Sebenarnya, apa sih Underwater Photography itu? Secara sederhana sih, Underwater Photography itu adalah memotret di bawah air. Pokoknya, kalau memotret bawah air, dapat digolongkan kedalam aliran ini. 



Underwater photography yang dalam bahasa Indonesia berarti fotografi bawah air bertujuan untuk mendapatkan kehidupan bawah laut ke permukaan. Tapi sekarang tidak jarang ada yang memadukan antara Undeewater+wedding, hasinlya sangat luar biasa keren. Tidak heran aliran yang satu ini menjadi sangat populer dikalangan anak muda.



Ada 2 aliran fotografi underwater secara umum, yaitu Macro Photographer dan Wide Angle photographer. Macro photographer adalah mereka para peminat objek – objek kecil dari jenis ikan, kuda laut, nudibranch (siput), udang, kepiting, dll. Sedangkan Wide angle photography lebih memfocuskan diri untuk mengambil gambar sudut lebar terutama pemandangan bawah air. Kedua aliran tersebut membutuhkan spesifikasi peralatan yang berbeda.



5. Macro Photography

Secara konseptual, fotografi makro adalah proses pengambilan gambar dimana hasilnya berkisar antara 1:10 hingga 1:1 dari ukuran asli obyek tersebut. Misalnya, obyek yang Sahabat Fotografi ambil adalah semut, maka semut akan terlihat sangat besar bila dibandingkan dengan bentuk aslinya. Perbesaran ini dapat dilakukan dengan mendekatkan obyek dengan kamera, atau dari jarak tertentu dengan menggunakan lensa tele. Foto yang dihasilkan haruslah memiliki komposisi yang seimbang sehingga menghasilkan gambar yang hidup.



Obyek fotografi makro ada dua, benda mati/diam dan makhluk hidup. Obyek benda mati meliputi peralatan makan, makanan, perhiasan, uang koin, mainan, percikan air dan sebagainya. Sedangkan makhluk hidup dapat meliputi serangga, kupu-kupu, bunga, dan sebagainya.



Pemilihan obyek sebenarnya didasarkan oleh tujuan fotografi makro itu sendiri. Obyek benda mati biasanya ditujukan kepada tujuan promosi, hingga engineering. Sedangkan obyek benda hidup lebih tertuju kepada kebutuhan ilmiah (identifikasi satwa atau tanaman), hingga keindahan.

Yup Sobat,  demikianlah 5 aliran fotografi yang sedang ngetrend atau sedang digila-gilai sama kids jaman now. Benernya sih, yang paling tinggi ratingnya alias yang pualiiiing banget digandrungi oleh kids jaman now (dan kids jaman old) sampai dengan saat ini, adalah selfie, mau selfie sendiri, atau selfie ramai-ramai, alias selfie sekecamatan.

Memang tidak 100% benar sih sob, tetapi, kalau mau dicermati, point nomer dua sampai dengan lima, bisa berubah, sesuai dengan kondisi jaman, tergantung musim, cuaca, dan nilai tukar rupiah, tapi, kalau yang nomor satu, alias foto selfie, wah...itu kayanya akan bertahan hingga ratusan tahun lagi...!



Bahkan, sampai ada anekdot..."Dollar naik? Woles bray, dibawa selfie aja"..hahahahaha.

Demikian sob, sekedar ulasan super singkat tentang trend fotografi yang lagi digila-gilai anak mude jaman sekarang alias saat ini, semoga dapat menghibur sobat-sobat semua, dan semoga, dollar cepet "bertobat" dan kembali kepada jalan yang benar, yaitu 10 ribu perak per satu dollar. terima kasih!

(Sedih, gara-gara dollar naik, harga lensa dan nasi padang, juga ikutan naek............)

Selasa, 15 Mei 2018

ALIRAN FOTOGRAFI-HUMAN INTEREST PHOTOGRAPHY (serie 2)


Pengayuh becak, Cileduk, Tangerang

Kemayoran, Jakarta, Selasa, 15 Mei 2018

Selamat pagi, siang, sore dan malam untuk sobat jepret semuanya. 

Kalau dalam artikel sebelumnya, saya sudah mengulas tentang Street Photography, kali ini, saya akan mencoba untuk mengulas tentang Human Interest. 

Nah, apa itu Human Interest Photography? 

Terus terang, saya agak sulit untuk menerangkan aliran fotografi yang satu ini, bukan tanpa sebab, karena aliran ini tak punya batasan yang jelas, dan sering sekali disamakan dengan aliran lain semacam Street Photography (Fotografi jalanan), Fotografi Budaya (Culture Photography), bahkan dengan Fotografi Potret.

Lho, kok bisa campur aduk seperti itu? Mungkin penyebabnya adalah, dari semua aliran yang sebutkan brusan, seluruhnya melibatkan unsur manusia, entah sebagai obyek utama, atau obyek penunjang. namun,  Street Photography (Fotografi jalanan), Fotografi Budaya (Culture Photography), Fotografi Potret, dan juga Human Interest, seluruhnya melibatkan unsur manusia. Jelas, dengan adanya sosok "manusia" di dalam frame, maka, ketika orang melihat foto-foto dari berbagai aliran tersebut, alam bawah sadar akan secara otomatis menggiring persepsi dalam otak ke arah manusianya, baru kemudian citra atau gambar lain dalam frame.

Penjual Kerak Telor, Puri Beta 2, Ciledug Tangerang-Banten

Gimana? Ngerti gak? Hahahahaha......sabar sob, mungkin saya bisa sederhanakan seperti ini :

"Ketika manusia melihat suatu foto, maka obyek yang paling dahulu dilihat adalah manusia, setelah itu yang lainnya"....Nah, paham tokh sekarang?

Itulah penyebabnya, mengapa aliran-aliran fotografi yang sudah saya tuliskan diatas, menjadi rancu satu sama lain, karena fokus atau "point of interest" nya sama....Manusia!

Terus, balik lagi kepersoalan  utama, jadi, apa sih sebenarnya "HUMAN INTEREST PHOTOGRAPHY" itu?

Ini sob, penjabaran secara panjang lebar (disadur dari www.fotografi.lovelybogor.com)

Penjahit Pinggir Jalan, Kebayoran Lama
Jakarta

Hehehehe, sebenarnya jawabannya sederhana sob, HUMAN INTEREST PHOTOGRAPHY adalah satu aliran dalam fotografi (lihat tentang human interest, bagian 1), dimana penekanan atau fokus dari obyek utamanya adalah manusia, dengan kata lain, Fotografi Human Interest atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai fotografi humanisme adalah “aliran” yang menekankan pada manusia sebagai obyek utamanya. 

Meskipun demikian, ada perbedaan dengan aliran-aliran lainnya, sebuah foto human interest akan lebih menitikberatkan terhadap hadirnya “mood” atau “suasana” atau “emosi” dalam setiap potret yang dihasilkannya.

Pemulung, Puri Beta 2 Ciledug
Tangerang-Banten
Penekanan terhadap unsur “mood” didalam setiap potretnya membuatnya berbeda dari genre fotografi jurnalistik yang menekankan pada unsur peristiwa. Tidak jarang foto human interest pun dimasukkan dalam genre lainnya, yaitu fotografi jalanan, karena mayoritas fotonya juga “dipungut” dari kehidupan jalanan, tetapi karena tidak semua fotografi jalanan bersubyek manusia, maka fotografi humanisme sering dianggap bagian yang berdiri sendiri.
Tetapi, ada perbedaan dasar yang menjadikannya berbeda.

Fotografi human interest menampilkan manusia dalam kehidupannya sehari-hari dalam kondisi yang sealami mungkin. Manusia-manusia yang menjadi inti sebuah potret bahkan sering tidak menyadari bahwa dirinya menjadi sasaran kamera.

Sangat alami dan natural.

Apalagi, sebuah foto human interest tidak selamanya terfokus pada sang manusianya saja, tetapi menggambarkan juga kehidupan mereka, reaksi, ekspresi atau tindakan spontan mereka menghadapi situasi saat potret dibuat.

Jadi, bukan hanya pada manusianya. Unsur lingkungan dan situasi pada saat potret dibuat akan bisa menjadi unsur penting di dalamnya.

Penjual Keperluan Rumah Tangga, Puri Beta, Ciledug, tangerang-Banten

Bertujuan Menarik Simpati?

Bisa jadi dan tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar.

Banyak yang memberikan penjelasan tambahan bahwa fotografi human interest bertujuan untuk menarik simpati mereka yang melihat. Tidak salah, karena salah satu cara menampilkan “mood” atau “suasana” dalam sebuah foto adalah dengan memasukkan unsur yang bisa mengundang “rasa” dalam diri yang melihat.

Salah satu rasa itu adalah “simpati” dan “empati”.

Penjual Tisue, Kemayoran, Jakarta Pusat

Oleh karena itu, banyak fotografer yang mengambil subyek atau obyek foto berupa mereka-mereka yang berasal dari kalangan ekonomi bawah. Bagaimanapun, rasa kasihan atau simpati ada dalam diri setiap manusia dan melihat mereka-mereka yang berada dalam tekanan kehidupan adalah cara yang paling umum dan mudah untuk mendapatkan perhatian dari yang melihat.

Meskipun demikian, tidak selamanya benar.

Fotografi human interest bukan hanya untuk menghadirkan simpati. Tidak ada batasan bahwa sebuah potret harus mengambil tema kesusahan orang dan mengundang airmata dari yang melihat. Sebuah foto humanisme bisa saja mengambil obyek orang kaya dan sukses serta menggambarkan kemewahan yang dinikmatinya.

Yang terpenting adalah menghadirkan “mood” tersebut di dalam karya foto yang dihasilkan.

Nah, berikut ini adalah beberapa tips untuk foto aliran Human Interest 

Tips Membuat Foto Human Interest

Terlihat mudah, tetapi sebenarnya membuat sebuah foto human interest bukanlah perkara mudah. Masalah paling utama yang paling sering dihadapi adalah untuk menghadirkan yang namanya “mood” atau “emosi” ke dalam potret.

Tidak pernah ada cara yang “ampuh” atau paling benar untuk melakukan semua itu. Masing-masing fotografer harus terus mencoba dan mencoba melakukannya. Mengusahakan agar feeling dan insting terasah dengan banyak turun ke jalan adalah kewajiban.

Penjual barang bekas, Kebayoran Lama, Jakarta
Tidak bisa tidak karena fotografi human interest lebih mengedepankan rasa yang hadir di dalam diri sang fotografer dibandingkan sekedar menerapkan berbagai teknik fotografi.

Walaupun demikian, ada beberapa tips yang bisa dicoba untuk meningkatkan peluang menghasilkan foto bertema human interest yang baik.

1) Banyak Membaca Berita
Terlihat tidak ada kaitannya, tetapi karena kebanyakan foto dari “genre” ini diambil di jalanan, seperti street photography, pengetahuan tentang berbagai tema sosial dalam masyarakat dapat memperluas wawasan.

Sebagai contoh, semisal kejadian yang sedang hangat menjadi berita adalah penggusuran kaki lima disuatu tempat, maka, seandainya anda membuat foto tentang itu, pesan yang akan disampaikan oleh foto anda, akan menjadi sangat kuat, dan lebih mampu berbicara.

2) Jeli Melihat Situasi dan Lingkungan Sekitar
Fotografi human interest dalam berbagai hal tidak berbeda jauh dengan fotografi jalanan dan kebanyakan obyeknya pun ada di dalam kehidupan keseharian. Oleh karena itu, teknik hunting fotonya pun tidak berbeda jauh.

Jeli dalam mencari obyek dan momen adalah sebuah keharusan. Terkadang menunggu di satu titik lebih baik dibandingkan terus berjalan karena hal itu memberikan kesempatan seorang fotografer untuk memandang ke sekitar untuk menemukan hal-hal yang menarik.

Seniman Boneka, Fatahillah, Kota, Jakarta

3) Kamera Harus Siap Beraksi
Mau tidak mau. Momen-momen di jalanan tidak akan bisa diulang lagi. Semua terjadi dalam hitungan detik. Dalam hal ini prinsip “decisive moment“-nya Henri Cartier Bresson berlaku.

Kamera harus dalam kondisi standby setiap saat untuk menghindari kehilangan momen-momen. Mode auto akan lebih menguntungkan dalam hal ini karena fotografi human interest lebih mengandalkan pada kekuatan “cerita” dalam potret dibandingkan penerapan teknik fotografi.

Meskipun demikian, seorang fotografer kawakan tetap mungkin mendapatkan sebuah foto yang menarik bahkan dengan mode manual sekalipun karena skillnya dalam menentukan settingan kamera yang tepat.

4) Lensa Zoom Menguntungkan
Salah satu kriteria (meski tidak mutlak dan sulit dibuktikan) adalah sifat alami alias tidak dibuat-buat. Seringkali hal itu terkendala oleh sikap sang obyek yang berubah menjadi kaku dan tidak natural ketika tahu dirinya berada dalam bidikan lensa. Itulah sebabnya seringnya harus ada jarak yang cukup antara yang memotret dengan obyek agar kehadiran kamera tidak mempengaruhi tingkah laku “buruan”. 

Pemakaian lensa zoom akan sangat menguntungkan karena jarak bisa tetap dijaga dan sang fotografer bisa leluasa mengamati obyek mereka tanpa mengganggu aktifitasnya.

Penjual Bunga Keliling, Puri Beta

5) Meminta Izin
Terkadang, suka atau tidak suka banyak orang yang tidak suka kamera diarahkan kepada dirinya. Apalagi jika kamera yang dibawa adalah DSLR, yang entah kenapa sering menimbulkan reaksi tidak nyaman dari sang obyek. 

Oleh karena itu, jika ternyata setelah tombol shutter ditekan dan kemudian reaksi dari sang obyek terlihat tidak nyaman, ada baiknya mempertimbangkan untuk mendatanginya dan berkomunikasi secara langsung. Jelaskan tujuan Anda mengambil foto dan perlihatkan hasilnya.

Dalam banyak kasus, mereka pada akhirnya mengerti dan bahkan tidak jarang mengajak berbincang (pengalaman sendiri). Tidak jarang bahkan mereka bersedia dipotret lagi. Jangan ragu untuk meminta izin jika diperlukan.

6) Pisahkan Obyek Utama
Salah satu kesulitan yang paling sering dihadapi di jalanan adalah situasi yang terlalu ramai. Terkadang meski ada obyek menarik, tetapi hasilnya tidak maksimal karena banyak hal yang tidak perlu, terutama orang-orang yang berlalu lalang, hadir dan mengganggu. 

Jika menghadapi hal ini, cobalah berbagai sudut pemotretan sehingga sang sasaran bisa dipisahkan dari latar belakang yang terlalu “gaduh”. Jangan diam dan statis, tetapi usahakan agar sebisa mungkin sang obyek bisa benar-benar terfokus tanpa gangguan.

Penjual cemilan Tahu, Selasar Blok-M, Jakarta

7) Pakai Bokeh
Kalau ternyata memisahkan sang obyek dari latar belakang sulit, kaburkan latar belakang dan pakai bokeh. Dengan begitu latar belakang yang ramai bisa “dihilangkan” dan tidak lagi mengganggu target utama. Lagipula, dengan mengaburkan background akan menambah nilai artistik dari sebuah foto. Bukan keharusan, tetapi bisa sangat membantu.

8) Pilih Obyek Yang Berkarakter Kuat atau Unik
Foto human interest seringnya harus mengandalkan pada sosok, terutama kalau kita hendak membuat potret.

Untuk itu kejelian dalam memilih karakter yang menjadi tokoh utama diperlukan. Carilah karakter-karakter yang “kuat” atau “unik”. Masing-masing selera akan berbeda, jadi tentukanlah berdasarkan selera sendiri. Tidak ada patokan standar tentang hal ini.


9) Fokuskan Pada Wajah
Wajah adalah area dimana emosi seseorang akan ditampilkan pertama kali. Emosi akan menciptakan mood.

Memfokuskan ide utama sebuah foto pada wajah seseorang, bisa sangat membantu dalam menghadirkan unsur “mood” atau “emosi”.

10) Pakai Foto Hitam Putih
Bukan tanpa alasan, penggunaan foto hitam putih sangat banyak ditemukan dalam fotografi jalanan atau human interest.

Pengemis, Puri Beta 2, Ciledug, Tangerang-Banten

Nuansa “suram” dan penuh “misteri” yang dihadirkan foto monochrome ini membantu menghadirkan yang namanya “mood”, terutama kalau yang ingin dihadirkan adalah ide tentang kesedihan, kesusahan.

Itulah penjabaran luar biasa dari fotografer ahli, yang menerangkan secara panjang lebar tentang aliran Human Interest ini. Mungkin diantara sobat ada yang memiliki persepsi sendiri tentang aliran ini, yang berlainan dengan penuturan beliau...itu sama sekali tidak salah.

Kembali lagi, fotografi itu seni, bukan eksakta, bukan ilmu pasti (baca artikel tentang ini), jadi setiap orang berhak untuk memiliki persepsi yang berbeda, selama masih dalam garis besar yang sama. 

Jasa Tukar Uang, Kota, Jakarta

Nah, demikianlah penuturan tentang aliran fotografi yang bernama Human Interest. Semoga artikel ini bisa menambah wawasan kita tentang aliran Human Interet tersebut.

Akhir kata, seperti kata pepatah, "tak ada gading yang tak retak", artikel inipun sama seperti itu, masih sangat boleh untuk dikritik dan ditanggapi.

Salam jepret.


Sabtu, 12 Mei 2018

ALIRAN FOTOGRAFI - STREET PHOTOGRAPHY (FOTOGRAFI JALANAN), SATU DEFINISI SINGKAT TENTANGNYA!



Kemayoran, Jakarta, Sabtu, 12 Mei 2018

Selamat siang sobat jepret semuanya. Mohon maaf, karena saya mengalami "mati suri" beberapa hari belakangan. Entah karena apa.....Mungkin karena Dollar yang seperti balon, naik terus ga turun-turun, dan efeknya?...... Semua harga ikut-ikutan bertingkah seperti balon, terbang naik ke cakrawala, pelan tapi pasti, membumbung tinggi, dan semakin tinggi. 

Hehehehe...itu bukan kalimat puitis.....Itu kalimat satir, cerminan dari kondisi keuangan sebagian besar rakyat Indonesia, yang "dompetnya" jadi ikutan morat-marit, cuma karena harga dollar yang amit-amit.


Sudahlah, daripada saya menggerutu tak jelas macam orang yang dirundung sakit gigi, ada baiknya kalau saya menulis artikel tentang hal-hal yang menyenangkan saya saja. Misalnya, artikel tentang fotografi. Nah, berikut ini adalah artikelnya, cekidot ya sob:

Sobat, apa sobat ada yang paham mengenai apa itu Street Photography? 

Kalau tak paham, tak usah risau, karena memang aliran fotografi ini memang sangat mudah dicampuradukan dengan aliran fotografi yang lain. 

Ada sebagian orang (termasuk saya) yang sangat sulit membedakan antara Street Photography dengan Human Interest. Bagi saya, keduanya adalah sama alias identik. sama-sama memotret obyek yang ada di jalan, dan obyeknya terutama adalah manusia. 

Tetapi, ternyata anggapan saya itu salah, Street Photography itu berbeda dengan Human Interest! Sangat jauh berbeda dari filosofisnya.

Hehehehehe....nah, bingung kan? Supaya terang benderang, tentang definisi street fotografi, ada baiknya kalau disini, saya kutipkan penjabaran dari fotografer kelas "mastah", yang memang sangat mengerti tentang fotografi, demikian nih sob penuturannya :

Secara umum fotografi jalanan (street photography) adalah kegiatan pemotretan yang berfokus pada kehidupan manusia di jalanan atau ruang terbuka atau ruang publik, sehingga hasilnya adalah cerminan dari masyarakat.


Tak ada yang direkayasa atau disiapkan sebelumnya. Fotografer merekam kenyataan seperti apa adanya pada suatu saat, jadi bersifat spontan dan berdasarkan insting fotografer.

Ada pandangan yang bersikap ketat bahwa pengambilan foto harus dilakukan secara diam-diam (baca artikel saya tentang candid), dalam pengertian bahwa subyek yang difoto tak menyadari dirinya dipotret dan tak ada interaksi antara fotografer dengan subyeknya. Tapi, ada pula yang mengizinkan fotografer berinteraksi dengan subyeknya dengan mempertimbangkan soal privasi orang atau hal lain yang biasanya terkait dengan aturan atau hukum di suatu wilayah.

Nah, demikian sob, definisi singkat dari street photography, semoga dapat menambah wawasan kita semua ya sob.

Oh ya, supaya lebih dapat diserap definisi tadi, ada baiknya saya sertakan, beberapa hasil foto saya, yang "bernuansa" Street Photography dibawah ini, dinikmati ya sob! 

Salam Jepret.

Pedagang Rujak Bebeg 
Situ Cipondoh, Tangerang

Pedagang Minuman Ringan, 
Lapangan Fatahillah, Jakarta Kota

Tukang Tahu
Larangan, Ciledug

Di Dalam Cafe
Kemayoran, Jakarta

Senin, 07 Mei 2018

TIPS FOTOGRAFI - "KAMERA YANG TERBAIK ADALAH KAMERA YANG KAMU MILIKI !"



Ciledug, Tangerang, Banten, Senin, 7 Mei 2018

Selamat pagi, siang, sore, dan malam, sobat jepret semuanya. Apa kabar? Semoga, kelesuan Rupiah terhadap kurs Dollar, tidak berpengaruh ke suasana hati sobat jepret semua ya! (ya jelas lesu lah, gimana ga lesu, bbm kan patokannya dollar, hehehehe...bakal naek nih bentar lagi!)

Kali ini saya akan mencoba untuk menghadirkan satu artikel, yang terinspirasi dari kata-kata maestro fotografi kesohor di negeri ini. Sang maestro ini menelurkan satu kalimat magis, yang jelas-jelas mengena pada setiap fotografer pemula (sepeti saya), yang memiliki budget yang juga sangat terbatas (duh….lagi-lagi….saya!)…hahahaha

Nasehatnya sangat indah dan juga sangat bermakna, inti nasehatnya seperti ini :

Jangan pernah ragu, segan, atau malu untuk memotret, jangan jadikan kameramu sebagai penghalang, sebab, kamera yang terbaik, adalah kamera yang kamu miliki


Luar biasa sekali ya sobat, nasehat dari sang maestro ini. Memang, di era serba modern dan serba cepat seperti sekarang ini, perkembangan teknologi fotografi seolah menembus batasan teritorial dari “kamera”. Jika dahulu, kamera hanya ada dalam “kamera”, maka saat ini, kamera ternyata sudah meresap ke dalam satu teritorial baru yang namanya “gadget” (baca HP pintar). Maka, seakan-akan, setiap orang telah menjalani peran ganda dalam hidupnya. Ada satu profesi lagi, yang sebenarnya, dijalani oleh setiap orang, tetapi tak “disadari”. Ya, profesi ganda tersebut adalah fotografer (baca "Apakah semua orang adalah fotografer?"). Hampir di setiap waktu, di setiap kondisi, di setiap kesempatan atau event, kita menjumpai, bahkan melakukannya…..Memotret! 


Iya sob, mulai dari yang sifatnya asal jepret, atau yang benar-benar mempertimbangkan dan menerapkan aturan-aturan fotografi dalam memotret. 

Dan kamera? Waduh, jangan ditanya lagi ya sob, khusus untuk kamera, lensa dan perlengkapannya, tingkah polahnya sudah mulai mengikuti trend HP saja, setiap tahun, bahkan bulan, selalu muncul yang baru dan yang lebih canggih. Sangat baik jika ditilik dari sudut “industri” dan “selera pasar”, namun sangat menjengkelkan dan bikin sedih.......Terutama bagi fotografer dengan tipe seperti yang saya sebut di atas (maksudnya itu fotografer yang seperti saya). 


Karena masifnya kemunculan kamera-kamera baru, membuat kamera-kamera di era ini, terkesan lebih cepat "jadul" dibandingkan saat era sebelumnya. Jika sebelumnya, suatu kamera tetap terlihat “keren” dan masih layak pakai walaupun berusia puluhan tahun, saat ini, suatu kamera sudah mulai terlihat usang, hanya dalam hitungan tahun saja.

Efeknya, ada rasa malu yang timbul saat kamera “usang atau jaman old” tersebut, harus bersanding dengan kamera-kamera yang “kekinian alias kamera jaman now”. Apalagi, saat ini, yang namanya komunitas fotografi, jumlahnya sudah seperti jamur di musim hujan…alias…buaaaanyaaakkk buanget! Alhasil, yang namanya evet pemotretan, itu tak terkira banyaknya, dan pesertanya juga luar biasa banyak. Saat ada even-event hunting foto atau pemotretan, ada sedikit aura ajang “adu jaman now dan adu mahal” kamera dari tiap-tiap fotografer yang terlibat. alhasil, untuk fotografer-fotografer dengan tipe “usang” , akan mulai merasa minder, mulai timbul rasa malu dan rasa enggan ikutan event memotret, dan endingnya, panggilan jiwa untuk memotret menjadi semakin terintimidasi dan ujung-ujungnya? “Tereliminasi” oleh rasa malu dan enggan.


Waduh, sobat, jangan sampai ini terjadi pada kita (terutama….saya) ya sob. Memotret itu bukanlah tentang mahalnya, atau “kekinian”nya  gear yang dimiliki oleh fotografer, tetapi lebih pada “rasa”, lebih pada kegembiraan dan juga kesenangan yang dipadu-padankan dengan  teknik dan pengalaman serta dibalut pada "mood" yang ditaburi feeling yang tepat. Memotret itu belajar untuk memahami jati diri sendiri dengan menuangkannya ke dalam karya foto!

Percayalah sobat, saya sudah membuktikannya, suatu karya foto yang bagus, tidak tergantung kepada alat yang hebat. Karya foto yang bagus itu hanya bisa dihasilkan dengan terus menerus belajar dan terus menerus berlatih memotret. Tidak ada yang instan dalam dunia fotografi. Dengan semakin sering kita memotret, semakin intens kita berlatih, dan semakin banyak pengalaman dalam memotret, itu yang menjadikan foto kita menjadi bagus….Bukan Gear….bukan kekinian atau mahal!


Demikianlah sobat, saya merasa, bahwa nasehat maestro fotografi tadi, patut kita jadikan pegangan dalam memotret….:”Jangan pernah ragu untuk memotret, jangan jadikan kameramu sebagai penghalang, sebab, kamera yang terbaik, adalah kamera yang kamu miliki”, dan menurut saya, ini haruslah menjadi satu pedoman dalam menjalani hobby kita…..Hobby jeprat-jepret alias Fotografi!

Selamat malam sobat, selamat beristirahat!

Sebenarnya, masih panjang lagi yang ingin saya tulis, tetapi, karena terbentur pada terbatasnya jumlah batang rokok yang saya miliki, dengan sangat terpaksa, saya sudahi artikel ini….Salam Jepret sobat! 

Dan ingat…………..Teruslah memotret!

Rabu, 02 Mei 2018

FOTOGRAFI “ANTI MAINSTREAM”- FOTO TANPA WAJAH & OBYEK YANG MEMBELAKANGI KAMERA



Kemayoran, Jakarta, Senin, 2 Mei 2018

Selamat pagi, siang, sore, dan malam, sobat jepret semuanya. Kali ini saya akan membawakan artikel yang masih berkutat di fotografi, tetapi sengaja saya beri judul yang beraroma “mistisgrafi”. Hehehehe….Jangan khawatir ya sob, tenang aja, artikel ini bukan tentang artikel yang ber”bau” horror atawe serem ya. Memang judul artikelnya agak-agak mistis….”FOTO TANPA WAJAH & OBYEK YANG MEMBELAKANGI KAMERA”, tetapi ini murni menyangkut jepret menjepret ya sob, alias murni urusan fotografi, bukan urusan “dunia lain”.

Sebenarnya artikel ini sebagai reaksi kekaguman…kekaguman yang muncul karena adanya satu artikel yang buat saya….Isinya itu…….Gila!! Bukan gila dalam arti ga waras, tetapi gila dalam perspektif “Luar Biasa!”. 

Iya sob, memang gila!


Selama ini kita terlalu sering melihat foto atau teknik foto (yang ada obyek manusianya tentu), dimana si obyek, memandang ke arah kamera, atau paling tidak, tetap memperlihatkan sisi wajah dari si obyek. Jarang sekali kita melihat si obyek, tidak melihat kamera, menyembunyikan wajahnya, apalagi membelakangi/memunggungi kamera. Bahkan beberapa fotografer kawakan, dengan sangat tegas dan keras, meng”haram”kan metode pengambilan foto “tanpa wajah” tersebut. Beribu alasan dipakai untuk itu, mulai dari alasan yang konteksnya estetis, filosofis, bahkan ada alasan yang ber”atmosfer”….Egosentris!

Hahahahaha……Terserah sob, memang itu adalah pendapat yang tidak salah! Memang wajah memiliki banyak “kelebihan” jika kita mampu menangkapnya dalam frame. Bahkan, sebagian fotografer sampai menfokuskan pada wajah, dan membokehkan sebagian besar obyek dalam frame, demi menggiring focus kepada wajah (apa itu bokeh? bisa disimak disini dan disini). 

Lantas, apakah foto dengan membelakangi kamera itu salah? 

Oh….Jelas tidak, fotografi itu bukan eksakta, bukan ilmu pasti, bukan matematika dengan formula kesohornya, 2+2 = 4. Itu hanya berlaku di dunia eksakta, kalau di dunia fotografi, 2+2 belum tentu hasilnya 4. 

Memotret obyek manusia yang membelakangi kamera, bukanlah suatu hal yang “tabu”. Tergantung perspektifnya, tergantung maksud dan tujuan dari si pengusung foto tersebut. 

Buat saya pribadi, memotret manusia yang membelakangi kamera, atau menutupi wajahnya, kalau dikemas dalam bentuk, sentuhan, dan tema yang tepat, justru dapat memperkuat foto tersebut. 

Contohnya adalah foto dibawah ini, dalam foto ini, obyeknya malah membelakangi kamera, tetapi, pesan yang dibawa si obyek sangat jelas, dan sangat transparan! Si obyek dalam frame terlihat sedang berfikir untuk membeli alas kaki, entah apa yang dipikirkan, tetapi terlihat jelas dalam gestur atau Bahasa tubuh si obyek yang terekam dalam frame.



Atau foto dibawah ini, dalam foto ini, terlihat sepasang kekasih, memandangi kejauhan. Tidak Nampak wajah dari kedua orang yang menjadi obyek dalam foto ini. Tetapi pesan yang disampaikan melalui gestur, melalui bentuk “Bahasa” tubuh, terbaca jelas, bahwa keduanya sedang menikmati kebersamaan dengan saling diam! Merasakan kehadiran satu sama lain, dalam diam!



Dan foto dibawah yang berikut, memperlihatkan seorang pria, yang berjalan melintasi selasar. Foto tersebut sengaja tidak mengambil sudut pemotretan dari arah depan, melainkan dari arah belakang. Sehingga obyek dalam frame tersebut terlihat membelakangi kamera. Tetapi, dengan sudut pengambilan dari arah belakang, menjadikan pesan yang disampaikan oleh foto tersebut semakin kuat. Dengan memandang foto tersebut, kesan berjalan menjauh menyusuri koridor, dan terus bergerak menjauh, menjadi satu pesan yang mudah sekali ditangkap oleh siapapun yang melihat foto ini.



Dari tiga contoh tersebut, dapatlah ditarik satu benang merah, foto tersebut tetap dapat menyampaikan pesannya dengan jelas, walaupun foto-foto tersebut telah mendobrak beberapa aturan dasar fotografi. Justru foto itu akan kehilangan kemampuannya dalam menyuarakan pesannya, ketika sang obyek dalam foto, berbalik dan menghadap ke kamera!

Sob, terkadang, dalam dunia fotografi, ada kalanya kita harus tunduk pada aturan-aturan dasar, tetapi, ada kalanya juga kita harus “melepaskan” diri dari aturan tersebut, bukan karena aturan-aturan itu salah, namun, terkadang aturan itu malah membelenggu dan memberangus kreativitas kita.

Fotografi itu seni, memotret itu seni, dan bagi saya, seni itu adalah cita rasa, cita rasa yang muncul ketika kita menjalani, memahami, dan menikmati suatu karya dengan segenap hati dan jiwa…..dan cita rasa bukanlah eksakta!

Demikian sob, penjelasan saya tentang foto tanpa wajah ini. Oh ya, supaya jelas, darimana datangnya ide tentang artikel ini, sobat bisa baca di link ini, Cekidot ya sob!