Sabtu, 30 Januari 2021

Fotografi Miksang (Bukan Aliran dalam Fotografi, melainkan Pemahaman dan Filosofi)


Bunga! Dalam perspektif kanvas langit
trisoenoe.com

Ciledug, Tangerang Kota, Banten, Sabtu, 30 Januari 2021

Sudah beberapa minggu ini, saya tergoda untuk mempelajari satu “aliran” fotografi, yang jujur, saya baru aja “ngeh” sama jenis fotografi ini.

Fotografi Miksang!

Ya! Fotografi Miksang! Ini bukan jenis fotografi yang biasa saya pelajari dan geluti selama ini. Miksang ini punya jalur yang beda. Punya filosofis yang juga tak sama dengan aliran fotografi lain. 

Unik! Berbeda! Sekaligus bikin gregetan bin penasaran.

Lho, kok bisa?

Nah, disinilah letak dari ke”unik”an si Miksang ini. Miksang seakan-akan membuat saya untuk “melupakan” semua aturan dan metode fotografi yang selama ini saya pelajari. Saya sebelum-sebelumnya kalau mau jeprat dan jepret, pasti sibuk memikirkan berbagai cara, aspek, metode, dan tetek bengek lainnya (termasuk di dalamnya, menyiapkan Gear yang segubrag banyaknya). Dan setelahnya saya juga masih sibuk crop sana, crop sini, kilik sana, kilik sini, putar sana, putar sini, dan sebagainya demi mendapatkan hasil yang saya inginkan.


Karat (Visualisasi Abstrak)
trisoenoe.com

Tapi di Miksang ini ternyata beda.  Miksang ini seolah “menggiring” saya untuk memotret tanpa melihat langsung hasil fotonya, tanpa oprek sana sini, bahkan sekedar merubah kontras atau level, tanpa melakukan zooming maupun cropping, hanya memotret satu kali tanpa diulang, tidak berpindah posisi untuk mencari sudut “tembak” yang lebih baik, tidak men”drama”kan si obyek foto, bahkan tidak perlu memikirkan aliran apa yang harus diusung, tema, dan pesan apa yang disampaikan melalui foto tersebut? 

Dan diluar dugaan saya, ternyata hal-hal ini sangatlah sulit. Saya tak lagi bisa memaksakan persepsi saya pada jepretan dan memvisualisasikannya pada hitam dan putih. Saya harus mulai belajar untuk menjadi “kosong”, dan mulai membangun konsep berbeda dalam melihat segala sesuatu. 

Segala yang tercipta, memiliki keindahannya sendiri !    

Duh……Saya benar-benar kagum nih sama si “Miksang” ini.

Bunga! (Elemen Rule of Third)
trisoenoe.com

Ya!, Saya akan mempelajari Miksang, bukan untuk menguasainya, tapi untuk memahaminya. Saya mungkin tak akan pernah benar-benar mampu menghasilkan foto “Miksang” seumur hidup saya, tapi saya akan sangat menikmati prosesnya. Seperti yang selama ini saya lakukan, menikmati proses, dan bukan hasil!

Sendiri!
trisoenoe.com

Dan supaya seimbang pemaparannya, dibawah ini adalah tulisan yang saya alihbahasakan dari Miksang.com, yang memaparkan apa itu Miksang, silahkan menikmati!

Apa itu Miksang?

Miksang adalah salah satu bentuk fotografi kontemplatif yang mengajak kita untuk melihat dunia kita dengan cara yang baru. Dalam beberapa hal tampaknya miksang ini sangat sederhana, tetapi tidak selalu mudah.

Jika kita dapat menempatkan perhatian pikiran kita, kesadaran kita, dalam indera penglihatan kita, kita akan melihat persepsi yang jelas dan menghentikan pikiran sepenuhnya, tanpa gangguan. Dan ketika itu terjadi, kita dapat terhubung dengan apa yang kita lihat secara lebih mendalam dan intim.

Ini membutuhkan ketenangan pikiran, kesabaran, dan keinginan untuk benar-benar melihat apa yang ada di sana, sehingga kita bisa memahami bagaimana mengekspresikan apa yang kita lihat dengan kamera kita dengan cara yang sederhana dan tepat.

Miksang adalah fotografi di mana kita menggunakan kamera untuk mengekspresikan persepsi visual kita persis seperti yang kita alami. Karena kita tahu bagaimana mempersiapkan diri untuk menerima persepsi ketika kita melihatnya, dan kita tahu bagaimana memahami dengan tepat apa yang telah kita lihat, kita kemudian tahu persis bagaimana mengungkapkan apa yang telah kita lihat dengan kamera kita. Foto yang dihasilkan adalah ekspresi yang tepat dari mata, pikiran, dan hati kita karena terhubung dengan persepsi.

Miksang berarti 'Mata Baik' dalam bahasa Tibet. Kita semua memiliki "Mata yang Baik" sebagai bagian dari topeng manusia kita. Ini berarti kita memiliki kemampuan untuk melihat dunia dengan cara yang murni, tanpa terbelenggu oleh makna dan nilai, kesenangan, ketidaksukaan, atau ketidaktertarikan.

Saat kita bisa melihat dengan Mata Baik kita, dunia selalu segar, karena semua yang kita lihat seperti yang pertama kali. Tidak ada ingatan, tidak ada asosiasi, hanya dunia yang terwujud kepada kita, sebagaimana adanya, entah dari mana.

Persepsi ini hidup dan jelas, berdenyut dengan kehidupan. Dunia visual adalah pesta kita, taman bermain kita.

Melihat dengan cara ini memberi kita kegembiraan karena hidup.

Melalui gambar kita, kita dapat mengekspresikan pengalaman melihat kita. Foto-foto kita akan membawa di dalamnya hati kita, pikiran kita, darah pengalaman kita.

Demikianlah sob, apa yang bisa saya paparkan tentang Miksang. Semoga sobat-sobat bisa menikmatinya.

Catatan:

Saya sangat beruntung, karena saya mengenal seseorang yang memiliki pemahaman yang tinggi untuk miksang, dan beliau menuliskan ini (saya kutip tulisan beliau):

“Miksang sebetulnya adalah satu metode berkarya di fotografi yang nantinya tidak bertujuan untuk mencari pujian atau sanjungan apapun, baik lisan maupun tulisan. Karena apresiasi adalah satu variable yang tidak bisa dikontrol. Itu bermula dari masalah tinggi rendahnya tingkat apresiasi dan atau wawasan penikmat.”

“Berkarya itu idealnya karena hati nurani. Bukan karena mengejar pujian atau sanjungan.”

Dody S. Mawardi

Saya banyak membaca catatan-catatan dari beliau, dan ini menambah pemahaman saya tentang Fotografi Miksang.

Penghargaan tertinggi untuk beliau, karena sudi berbagi ilmu dan sudut pandang pemahaman kepada banyak orang, terutama saya.

Terima kasih.

Artikel ditulis oleh: Tuntas Trisunu

Sumber:


 

Minggu, 24 Januari 2021

Tips Fotografi; Pilih Foto Beneran, Atau Foto Yang Di"oprek" (Direkayasa)


Teratai dalam Komposisi Rule of Third
trisoenoe.com

Ciledug, Tangerang Kota, Banten, Minggu, 24 Januari 2021

Kalau melihat perkembangan gadget atau peralatan atau perlengkapan fotografi yang malang melintang saat ini, jelas sangat memungkinkan siapapun bisa jadi fotografer dadakan. Bisa memotret dengan mudah, dengan lebih murah, dan dengan cepat mendapatkan hasil foto yang lebih baik. Dengan cukup memiliki kamera bawaan HP pinter saja, siapapun bisa memotret sepuasnya. Tak perlu kamera SLR/DSLR lagi. Apalagi yang sudah punya SLR atawe DSLR, kudu punya hasil foto yang lebih mantab bukan?!  Nah, dengan kondisi ini, akhirnya memunculkan prinsip baru dalam dunia fotografi, yaitu “prinsip asal jepret“. 

Komposisi Simetris
trisoenoe.com

Maksud saya, jeprat-jepret dulu saja, hasilnya…urusan belakangan. Kebiasaan yang ada, setelah selesai jeprat-jepret, terus pas dilihat, hasilnya ternyata kurang ciamik, langsung delete! Terus, tinggal jepret lagi dan lagi dan terus lagi deh… 

Komposisi Kotak
trisoenoe.com

Dan ternyata, sekarang ada model lain lagi, kalau ternyata kurang "sreg" dengan hasil jepretan dari kamera langsung, foto digital bisa dengan mudah diolah dengan program atau software pengolah foto, seperti “sotoshop” (program yang paling familier saat ini). Nah, bagi yang ingin serius mendalami dunia fotografi, hati-hatilah dengan prinsip ini (prinsip asal jepret). 

Portrait Photography
trisoenoe.com

Kalau sering coba-coba prinsip ini, kita bisa-bisa malah bukannya jadi fotografer profesional (ini bagi yang ingin serius belajar fotografi lho…), tapi nanti malah jadi DI-ers, atau seorang pengolah gambar (digital imageer? photoshoper? digital imaging art? atau apalah sebutannya). Tapi, semua itu sih pilihan, tergantung dari sobatnya mau gimana…Oleh karena itulah, saya kali ini ingin sedikit mengulasnya sebagai bahan diskusi kita lebih lanjut. Dalam judul, saya tuliskan “Pilih Foto Beneran, Atau Foto Yang Di"oprek" (Direkayasa)“.  Lalu apa maksud saya? 

Mawar
trisoenoe.com

Pendapat saya, yang disebut “Foto Beneran” itu adalah foto asli yang dihasilkan langsung dari kamera, baik kamera analog, semi-analog, Kamera HP, maupun digital, tanpa editan atau olahan sama sekali. Foto seperti ini murni alias asli karya dari hasil pertimbangan teknis di kamera yang tepat. Pokoknya asli bin orisinil deh!  Sedangkan, untuk “Foto DI (Digital Imaging = olah digital) adalah foto yang sudah diedit atau diolah dengan menggunakan piranti atau software pengolah gambar, seperti Photoshop, Lightroom, ACDsee, dan lain sebagainya. Bahkan, spot, moment, atau atau apapun yang sebenarnya tidak ada di dunia ini, menjadi ada dengan diolah sedemikian rupa dan dipadukan dalam frame. 

Bunga-Miksang Photography
trisoenoe.com

Mengulas soal ini, bukan berarti saya termasuk fotografer yang anti oprekan.  Tidak ada yang salah dengan dua jenis karya foto ini. Tidak ada yang buruk dari salah satu atau keduanya. Keduanya baik dan sangat dibutuhkan, baik yang murni maupun yang dioprek. Namun, yang harus kita perhatikan ketika kita ingin serius menggeluti dunia fotografi adalah (ini menurut saya sendiri lho, jadi sah-sah saja kalau sobat punya pendapat yang lain), langkah awalnya adalah tetap mengutamakan terlebih dahulu menghasilkan foto yang terbaik dan semurni mungkin dari kamera kita (Dan ingat, kamera terbaik yang ada di dunia ini adalah kamera yang kita miliki). 

Fotografi Minimalis
trisoenoe.com

Jadi, mari kita kuasai betul-betul dengan detail gadget atau peralatan kamera yang kita miliki. Hitung, pertimbangkan, dan kuasai sepenuhnya kamera kita. Sisi pencahayaan (lighting), komposisi (compotition), sudut pengambilan foto (angle), saturation, diafragma, white balance (WB), dan seabreg aturan-aturan lainnya.  Yakinkan terlebih dahulu, bahwa kita telah benar-benar bisa menghasilkan foto terbaik seperti yang kita inginkan. 

Paling nggak, sobat harus punya jawaban untuk pertanyaan ini;   Untuk kita buat apa foto yang kita hasilkan?   Mau digunakan untuk apa?   Atau, mau diapakan hasil foto kita setelah kita jepret? Nah, setelah itu terjawab, dan yakin bahwa hasil kita telah sesuai dengan yang kita butuhkan, baru kita bermain di software pengolah gambar sesuai kebutuhan selanjutnya.  Bayangkan saja, kalau kita sedari awal sudah bisa bikin foto yang cukup ciamik, maka olahannya pun lebih mudah dan lebih cepat bukan? Ngeditnya lebih ringan, lebih sedikit, dan tak butuh waktu lama di depan komputer. 

Komposisi Diagonal dalam hitam dan putih
trisoenoe.com

Berdasarkan pengalaman saya sendiri, oprek digital kadangkala dibutuhkan. Terkadang, beberapa kesalahan kecil, seperti wajah sedikit berjerawat perlu kita kurangi, foto yang sedikit gelap perlu kita seimbangkan cahayanya, komposisi yang kurang pas perlu kita crop, pengaturan kontras perlu kita atur level dan colornya, dan lain sebagainya. Sehebat apapun kita punya keahlian oprek digital, jika foto yang ingin kita olah ‘dibawah standar’ alias buruk, dijamin pasti jengkel rasanya kita di depan komputer kan? Bisa-bisa seharian kita di depan komputer hanya untuk ngolah satu foto. Entahlah, semoga saja ini hanya pendapat saya yang masih awam ini. Dan, semoga saja saya salah. Tapi semoga tetap bermanfaat ya…!

Tetap semangat ya sob! Dan teruslah berkarya!

(Artikel ini dicorat-coret oleh: Tuntas Trisunu, diadaptasi dari artikel yang ditulis oleh: Mishbahul Munir, dengan judul: "Foto Murni vs Digital Imaging")

#Fotografi #Fotografer #FG #Momod #kamera #Tips #Trik #Tips Fotografi #Trik Fotografi #Teknik Fotografi #Seni Fotografi #Aliran Fotografi #Genre Fotografi #Still Life Fotografi #Rule of third #Photo #Photography #Foto #BW #Model foto #Potret # Aliran fotografi #Bangunan bersejarah #Bangunan bersejarah di Jakarta Batavia #Food Photography #Foto hitam-putih #fotografer #Fotografi #Fotografi Abstrak #Fotografi Arsitektur #Fotografi Komersial #fotografi makanan #Fotografi Wajah #Gallery #Human Interest Photography #Jakarta #Jalan-jalan #Karya Foto #Sejarah Batavia #serba-serbi #Spot Fotografi #Street Photography #Teknik fotografi #Video Fotografi #Selfie #Toys Fotografi #Wedding Photography #Underwater Photography #Macro Photography #HUMAN INTEREST PHOTOGRAPHY #Lensa #Lensa Kamera #Kamera #DSLR #Mirrorless #Analog #Tripod #Kamera HP #Foto model #Komunitas fotografi #Sesi foto #Trik & Tips Fotografi #Aturan segitiga #Aturan segi empat #photoshop #Tallent #MUA